“Malu bertanya, sesat di jalan”
Pernahkah anda ‘nyasar‘ ketika sedang dalam perjalanan? Coba kita ingat- ingat, bagaimana rasanya, tentu tidak enak bukan? Bisa jadi kita sudah mempunyai peta ke tempat tujuan itu, tetapi karena satu dan lain hal, eh kita masih bisa kesasar di tengah jalan. Misalnya, jika kita terlalu asyik mengobrol dengan teman seperjalanan, tahu- tahu kita menikung, padahal seharusnya lurus. Jika ini yang terjadi, umumnya yang kita lakukan adalah bertanya kepada orang lain yang kita jumpai, agar kita memperoleh petunjuk tentang jalan mana yang harus kita tempuh agar sampai ke tujuan kita.
Dalam kehidupan kita di dunia, hal yang serupa juga terjadi. Sebab sesungguhnya hidup kita di dunia ini adalah perjalanan yang seharusnya menghantar kita ke tujuan akhir, yaitu kebahagiaan abadi di Surga. Oleh karena itu, tidak usah heran, bahwa di dalam hati setiap orang selalu ada keinginan untuk hidup bahagia. Jujur saja, bukankah semua orang, baik tua maupun muda, ingin bahagia? Tetapi, harus diakui, bahwa untuk mencapai kebahagiaan di dunia ini gampang- gampang susah. Sebabnya adalah: dunia di sekitar kita banyak menawarkan kebahagiaan yang palsu, yang sifatnya se-saat saja, seperti permen yang manis di luar, tetapi pahit di dalam. Sehingga ada banyak orang tertipu, dan akhirnya tidak bahagia.
Nah, supaya kita benar- benar bisa hidup bahagia, kita perlu petunjuk; dan petunjuk ini kita dapatkan dari Tuhan Yesus, yang masih terus hadir dan mengajar melalui Gereja yang didirikan-Nya, yaitu Gereja Katolik. Dengan menaati ajaran Gereja-Nya inilah kita pasti akan sampai kepada tujuan akhir kita, di mana kita akan mencapai puncak kebahagiaan yang kita rindukan, yaitu saat kita bersatu dengan Tuhan dan memandang wajah-Nya yang sesungguhnya (lih. 1 Yoh 3:2). Dunia ini boleh memberikan banyak tawaran, supaya kita lengah dan menyimpang dari tujuan akhir itu, tetapi jika kita tetap berpegang kepada ajaran iman kita yang kita peroleh dari Gereja-Nya, maka kita punya pengharapan yang besar, kita tidak akan nyasar, atau jika sekalipun nyasar, maka segera dapat kembali menemukan jalan yang benar.
Semua orang ingin hidup bahagia
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan kepada kita bahwa keinginan untuk hidup bahagia itu berasal dari Tuhan (lih. KGK 1718). Tuhanlah yang menanamkan keinginan tersebut di dalam hati setiap orang, supaya kita dapat datang mendekat kepada-Nya, sebab hanya Tuhan satu- satunya yang dapat memenuhi kebahagiaan itu dengan sempurna. Ada semacam kata- kata mutiara, yang ditulis oleh St. Agustinus dan St. Thomas Aquinas, yang berbunyi demikian:
Kita semua ingin hidup bahagia; di keseluruhan umat manusia, tidak ada seorangpun yang tidak setuju dengan pendapat ini, bahkan sebelum keinginan ini sepenuhnya tercapai.[1].
Lalu, bagaimana bisa terjadi, bahwa aku mencari Engkau, ya Tuhan? Sebab dengan mencari Engkau, Tuhanku, aku mencari kebahagiaan hidup…[2].
Tuhan sendirilah yang memuaskan- God alone satisfies.[3]
Jangan memakai resep sendiri, tetapi pakailah resep Tuhan
Meskipun kita tahu bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya hanya diperoleh di dalam Tuhan, ada banyak orang berusaha mencari dan menentukan sendiri kebahagiaannya. Mungkin bagi orang muda, kebahagiaan disamakan dengan jalan- jalan bersama teman- teman, main game yang seru di komputer, sukses di sekolah maupun di pekerjaan, bisa berpenampilan OK, atau dapat pacar yang keren. Lalu, bagaimana jika semua itu tidak kita peroleh, apakah lalu kita punya alasan untuk tidak bahagia? Apakah kita akan kehilangan jati diri karenanya? Kabar baik yang Tuhan beri kepada kita adalah: kita tidak perlu takut kehilangan jati diri. Sebab kita semua diciptakan oleh Tuhan secara istimewa menurut gambaran-Nya (lih. Kej 1:26). Coba sejenak kita bayangkan seseorang yang paling mengasihi kita di dunia ini…. Nah, kasih Tuhan jauh melebihi kasih orang itu kepada kita. Buktinya, Tuhan bukan saja mengaruniakan banyak hal kepada kita dan mengabulkan permohonan kita, tetapi, lebih daripada itu: Ia menyerahkan Putera-Nya yang Tunggal demi menyelamatkan kita.
Ya, kita semua dikasihi-Nya dengan luar biasa, sehingga Allah Bapa mengutus Yesus Putera-Nya yang Tunggal untuk menjadi manusia dan wafat bagi kita, supaya oleh Dia, dosa- dosa kita diampuni dan kita semua dapat diangkat untuk menjadi anak- anak-Nya. Kasih Tuhan inilah yang menghendaki agar kita dapat bersatu dengan-Nya, baik di dunia ini, maupun di surga kelak. Oleh karena itu, kebahagiaan yang sesungguhnya sebenarnya tidak terbatas pada apa- apa yang dapat kita lihat dan rasakan di dunia ini, tetapi terutama adalah yang berkaitan dengan kehidupan kekal di surga kelak. Yesus bersabda, “….carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat 6:33). Tuhanlah yang menciptakan kita dan terlebih dahulu mengasihi kita; oleh karena itu wajarlah jika Ia ingin agar kita mengenal dan mengasihi-Nya juga. Karena kasih-Nya, Ia ingin agar kita hidup bahagia, maka jika kita ingin benar- benar bahagia, kita harus memperhatikan ‘resep‘ yang diberikan Tuhan ini, yaitu yang pertama- tama kita harus mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya. Resep berikutnya dari Tuhan adalah: sesungguhnya Ia menghendaki agar semua orang dapat masuk ke dalam Kerajaan-Nya (lih. 1 Tim 2:4). Jadi sudah menjadi kehendak Tuhan agar kita membagikan Kabar Gembira ini kepada orang- orang di sekitar kita, agar merekapun dapat masuk dalam Kerajaan-Nya.
Semua orang dipanggil untuk masuk dalam Kerajaan Allah
Setiap orang dipanggil Allah untuk masuk ke dalam Kerajaan-Nya (lih. KGK 543). Walaupun pertama- tama kabar ini diberikan kepada bangsa Israel, tetapi sesungguhnya Kerajaan ini dimaksudkan Allah untuk menerima semua bangsa. Untuk masuk ke dalam Kerajaan ini, pertama- tama kita harus menjadi anak-anak Allah, yang ‘dilahirkan kembali dari Allah’ (lih. KGK 526). Kelahiran kembali di dalam Tuhan Yesus kita peroleh dalam sakramen Baptis. Selanjutnya, kita harus menerima sabda Yesus dengan iman, dan dengan demikian kita menjadi seperti tanah gembur yang menerima benih, sehingga kelak menghasilkan buah yang banyak (lih. Lumen Gentium 5, Mrk 4:14, 26-29, Luk 12:32).
‘Buah yang banyak’ ini juga dijanjikan oleh Yesus kepada semua orang yang tinggal di dalam Dia (lih. Yoh 15:4-5). Artinya, jika kita ingin membuat hidup ini berarti dan membawa manfaat bagi diri kita dan orang lain, maka kita perlu hidup bersama Yesus, dan tinggal di dalam Dia, seperti ranting- ranting pohon yang bersatu dengan batang pohon. Nah, untuk itu kita perlu bertanya kepada diri kita: sejauh mana kita sebagai ranting- ranting Kristus bersatu dengan Dia, di dalam doa, membaca, merenungkan dan melaksanakan Sabda-Nya, dan dalam menerima sakramen- sakramen-Nya? Sejauh mana kita hidup saling mengasihi dengan sesama saudara di dalam Kristus?
Siapa yang memegang kunci Kerajaan Allah
Sabda Allah memberitahukan kepada kita bahwa di awal kehidupan-Nya di muka umum, Yesus memilih dua belas rasul untuk mengambil bagian dalam perutusan-Nya (lih. Mrk 3:13-19). Kristus memperbolehkan mereka mengambil bagian dalam kuasa-Nya dan mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan kebenarannya, dan menyembuhkan orang sakit (lih. Luk 9:2). Melalui mereka dan para penerus merekalah Kristus memimpin Gereja-Nya. Maka, tak mengherankan, jika Sabda Tuhan mengajarkan, bahwa tiang penopang dan dasar kebenaran adalah Gereja, yaitu jemaat Allah yang hidup (lih. 1 Tim 3:15). Jangan lupa, bahwa Kristus telah memilih Rasul Petrus sebagai pemimpin Gereja-Nya, “Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga” (Mat 16:18-19). Jadi, kita ketahui bahwa Kristus telah memberikan kunci Kerajaan Allah ini kepada Rasul Petrus (lih. Mat 16:19), dan dengan demikian mempercayakan kepemimpinan jemaat-Nya di dunia ini kepada Rasul Petrus. Kuasa ‘mengikat dan melepaskan’ adalah kuasa mengajar umat-Nya yang diberikan kepada para rasul (lih. Mat 18:18) demikian pula dalam hal pengampunan dosa (lih. Yoh 20:21-23), namun terutama kepada Rasul Petrus, sebagai pemimpin para rasul.
Jika kita merenungkan hal ini, maka kita akan mengetahui bahwa Kristus mendirikan satu Gereja (jemaat), dan menghendaki agar jemaat-Nya bersatu di bawah pimpinan Rasul Petrus dan para rasul. Sebab Tuhan Yesus menghendaki agar Gerejanya tetap ada sampai akhir zaman (lih. Mat 28:19-20), maka kepemimpinan Rasul Petrus dan para rasul ini juga terus berlangsung melalui para penerus mereka sampai akhir zaman. Nah, sekarang, Gereja (jemaat) manakah yang dipimpin oleh penerus Rasul Petrus? Jawabnya lugas dan sederhana: Gereja Katolik. Gereja Katolik sekarang dipimpin oleh Paus Benediktus XVI, yang merupakan penerus Rasul Petrus, yang jika diurut dari Rasul Petrus, menempati urutan ke 266.
Mengalami Kerajaan Allah di dunia ini di dalam Gereja Katolik
Maka dengan menjadi Katolik, kita sesungguhnya sangat diberkati oleh Tuhan. Betapa tidak, kita termasuk di dalam anggota Gereja yang didirikan oleh Tuhan Yesus sendiri! Kita menerima kepenuhan rahmat Allah yang dijanjikan Tuhan Yesus melalui kehadiran-Nya di dalam Gereja-Nya. Dengan kehadiran-Nya ini, Kerajaan Allah sudah dapat kita alami di dunia ini. Sebab di mana Yesus meraja, di sanalah hadir pula Kerajaan-Nya yang tak terpisahkan dari-Nya. Kristus meraja dalam Gereja-Nya, dalam pewartaan Sabda-Nya, dalam sakramen- sakramen-Nya secara khusus dalam Ekaristi. Ekaristi merupakan cara yang unik yang dikehendaki-Nya, untuk tetap hadir di tengah- tengah Gereja-Nya. Jadi setiap kita menyambut Ekaristi, kita menyambut Yesus dan Kerajaan-Nya (lih. KGK 1380). “Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” (Luk 22:19; 1 Kor 11:24) demikian pesan Yesus kepada para rasul-Nya. Jika kita menghayati makna ini, kita tidak akan malas ataupun terpaksa ikut perayaan Ekaristi/ Misa.
Dalam Ekaristi, Kerajaan Allah bukan saja hanya dekat, tetapi malah menghampiri dan bersatu dengan kita. Saat kita menerima Ekaristi, Kerajaan Allah hadir di dalam kita di sini dan sekarang (‘here and now’), yang merupakan gambaran jaminan kemuliaan Kerajaan Surgawi yang akan datang (lih. KGK 1402, 1419) Ekaristi memampukan kita untuk tinggal di dalam kasih dan berbuat kasih, sehingga dengan demikian kita dapat menjadi saksi yang hidup tentang kehadiran Kerajaan Allah di dunia ini. Nah, mari kita memeriksa sikap dan perbuatan kita sehari- hari: Sudahkah kita melakukan panggilan Tuhan ini, yaitu untuk menyambut-Nya dalam Ekaristi dan menjadi saksi akan kasih Allah yang kita terima? Bagaimana sikap kita terhadap orang tua, kakak, adik, teman, guru, pembantu dan orang- orang di sekitar kita? Sebab setelah menerima benih kasih dan Firman Allah di dalam hati kita, kitapun dipanggil Allah untuk turut bekerja sama dengan Dia menaburkan benih tersebut di dalam hati sesama. Dengan demikian kasih Tuhan dan Kerajaan-Nya dapat dialami oleh semakin banyak orang, dan semakin banyak orang memuliakan nama-Nya.
Kesimpulan: Mari mendalami iman Katolik
Jika kita menyadari bahwa Kristus hadir di tengah- tengah kita sebagai anggota Gereja-Nya, maka hal yang harus kita lakukan selanjutnya adalah bagaimana kita mensyukurinya, menghayatinya dan mewartakannya. Ada pepatah yang mengatakan bahwa kalau kita ‘tak kenal maka tak sayang’. Bukankah ini sungguh benar? Jika kita mau menghayati kehadiran Kristus, mengalami Kerajaan-Nya yang hadir di dalam hati kita dan di dalam Gereja-Nya, maka pertama- tama kita perlu mengenal atau mengetahui iman Katolik sehingga kita dapat mengasihinya. Sebab Kristus hanya mendirikan satu Gereja, dan Gereja-Nya itu didirikan di atas Rasul Petrus (Mat 16:18), yang diberi kuasa oleh Kristus untuk ‘mengikat dan melepaskan’ (lih. Mat 16:19), artinya untuk mengajar dan memimpin umat-Nya. Dengan demikian, jika kita ingin sungguh- sungguh mengalami Kristus yang hadir di tengah kita dan mengajar kita, maka kita perlu mendengarkan ajaran Gereja Katolik. Selanjutnya, yang terpenting adalah bukan hanya sekedar mendengarkan, namun juga mempelajarinya dan melaksanakannya. Dengan demikian, kita dapat sungguh- sungguh hidup dan tinggal di dalam Kristus, yang menjadikan hidup kita menghasilkan buah yang limpah. Di dalam Kristus kita tidak akan tersesat, melainkan kita akan menemukan arti hidup dan mencapai tujuan hidup kita, yaitu kebahagiaan sejati. Inilah alasannya mengapa kita semua, terutama kaum muda, perlu memahami ajaran iman kita. Jangan menunggu sampai umur kita sudah lanjut baru mau mempelajari iman kita. Mari memberikan yang terbaik kepada Tuhan, yaitu: kasih kita kepada-Nya, sejak masa muda kita, dan seterusnya!
Appendix
KGK 1718 Sabda bahagia sesuai dengan kerinduan kodrati akan kebahagiaan. Kerinduan ini berasal dari Allah. Ia telah meletakkannya di dalam hati manusia, supaya menarik mereka kepada diri-Nya, karena hanya Allah dapat memenuhinya….
KGK 526 “Menjadi anak” di depan Allah adalah syarat untuk masuk ke dalam Kerajaan surga (Bdk. Mat 18:3-4). Untuk itu, orang harus merendahkan diri (Bdk. Mat 23:12), menjadi kecil; lebih lagi: orang harus “dilahirkan kembali” (Yoh 3:7), “dilahirkan dari Allah” (Yoh 1:13), supaya “menjadi anak Allah” (Yoh 1:12).
KGK 543 Semua orang dipanggil supaya masuk ke dalam Kerajaan. Kerajaan mesianis ini pertama-tama diwartakan kepada anak-anak Israel (Bdk. Mat 10:5-7), tetapi diperuntukkan bagi semua orang dari segala bangsa (Bdk. Mat 8:11; 28:19). Siapa yang hendak masuk ke dalam Kerajaan itu, harus menerima sabda Yesus.
“Memang, sabda Tuhan diibaratkan benih, yang ditaburkan di ladang (lih. Mrk 4:14); mereka yang mendengarkan sabda itu dengan iman dan termasuk kawanan kecil Kristus (lih. Luk 12:32), telah menerima Kerajaan itu sendiri. Kemudian benih itu bertunas dan bertumbuh atas kekuatannya sendiri hingga waktu panen (lih. Mrk 4:26-29)” (Lumen Gentium 5).
KGK 1380 Adalah sangat layak bahwa Kristus hendak hadir di dalam Gereja-Nya atas cara yang khas ini. Karena Kristus dalam rupa yang kelihatan [saat itu hendak] meninggalkan mereka yang menjadi milik-Nya, maka Ia hendak memberi kepada kita kehadiran sakramenal-Nya; karena [saat itu hendak] Ia menyerahkan diri di salib untuk menyelamatkan kita, Ia menghendaki bahwa kita memiliki tanda kenangan cinta-Nya terhadap kita, yang dengannya mengasihi kita “sampai kesudahannya” (Yoh 13:1), bahkan sampai kepada menyerahkan hidup-Nya. Di dalam kehadiran-Nya dalam Ekaristi, Ia tinggal dengan cara yang rahasia di tengah kita sebagai Dia, yang telah mengasihi kita dan telah menyerahkan diri untuk kita (Bdk. Gal 2:20), dan Ia hadir di dalam tanda-tanda yang menyatakan dan menyampaikan cinta kasih ini.
“Gereja dan dunia sangat membutuhkan penghormatan kepada Ekaristi. Di dalam Sakramen cinta ini Yesus sendiri menantikan kita. Karena itu, tidak ada waktu yang lebih berharga daripada menemui Dia di sana: dalam penyembahan, dalam kontemplasi dengan penuh iman, dan siap untuk memberi silih bagi kesalahan besar dan ketidakadilan yang ada di dunia. Penyembahan kita tidak boleh berhenti” (Yohanes Paulus II, surat Dominicae cenae, 3).
KGK 1402 Di dalam satu doa tua Gereja memuji misteri Ekaristi: “O perjamuan kudus, di mana Kristus adalah santapan kita; kenangan akan sengsara-Nya, kepenuhan rahmat, jaminan kemuliaan yang akan datang”. Karena Ekaristi adalah upacara peringatan Paska Tuhan, dan karena kita, oleh “keikutsertaan kita pada altar… dipenuhi dengan semua rahmat dan berkat surgawi” (MR, Doa Syukur Agung Romawi 96), maka Ekaristi adalah juga antisipasi kemuliaan surgawi.
KGK 1419 Oleh karena Kristus telah pergi dari dunia ini kepada Bapa-Nya, maka dalam Ekaristi, Ia memberi kepada kita jaminan akan kemuliaan-Nya yang akan datang. Keikutsertaan dalam kurban kudus membuat hati kita menyerupai hati-Nya, menopang kekuatan kita dalam peziarahan hidup ini, membuat kita merindukan kehidupan abadi, serta menyatukan kita sekarang ini dengan Gereja surgawi, Perawan Maria yang kudus, dan dengan semua orang kudus.
Konsili Vatikan II, Konstitusi tentang Gereja, Lumen Gentium 9:
“Sesungguhnya akan tiba saatnya – demikianlah firman Tuhan, – Aku akan mengikat perjanjian baru dengan keluarga Israel dan keluarga Yuda … (Yer 31:31-34). Perjanjian baru itu diadakan oleh Kristus, yakni wasiat baru dalam darah-Nya (lih. 1Kor 11:25). Dari bangsa Yahudi maupun non- Yahudi, Ia memanggil suatu bangsa, yang akan bersatu padu bukan menurut daging, melainkan dalam Roh, dan akan menjadi umat Allah yang baru. Sebab mereka yang beriman akan Kristus, yang dilahirkan kembali bukan dari benih yang punah, melainkan dari yang tak dapat punah karena sabda Allah yang hidup (lih. 1Ptr 1:23), bukan dari daging, melainkan dari air dan Roh kudus (lih. Yoh 3:5-6), akhirnya dihimpun menjadi “keturunan terpilih, imamat rajawi, bangsa suci, umat pusaka – yang dulu bukan umat, tetapi sekarang umat Allah”(1Ptr 2:9-10).
Kepala umat masehi itu Kristus, “yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan demi pembenaran kita” (Rom 4:25), dan sekarang setelah memperoleh nama – berdaulat dengan mulia di sorga. Kedudukan umat itu ialah martabat dan kebebasan anak-anak Allah. Roh kudus diam di hati mereka bagaikan dalam kenisah. Hukumnya adalah perintah baru untuk mengasihi, seperti Kristus sendiri telah mengasihi kita (lih. Yoh 13:34). Tujuannya [adalah] Kerajaan Allah, yang oleh Allah sendiri telah dimulai di dunia, untuk selanjutnya disebarluaskan, hingga Ia membawanya mencapai kesempurnaan pada akhir jaman, ketika Kristus, hidup kita, menampakkan diri (lih. Kol 3:4), dan “makhluk sendiri akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan memasuki kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah” (Rom 8:21). Oleh karena itu umat masehi, meskipun kenyataannya tidak merangkum semua orang, dan tak jarang nampak sebagai kawanan kecil, namun bagi seluruh bangsa manusia merupakan benih kesatuan, harapan dan keselamatan yang kuat. Terbentuk oleh Kristus sebagai persekutuan hidup, cinta kasih dan kebenaran, umat itu oleh-Nya diangkat juga menjadi upaya penebusan bagi semua orang, dan diutus ke seluruh bumi sebagai cahaya dan garam dunia (lih. Mat 5:13-16).
CATATAN KAKI:
St. Agustinus, De moribus eccl. 1,3,4: PL 32, 1312
St. Agustinus, Confessions, 10, 20: PL 32, 791
St. Thomas Aquinas, Expos. in symb. apost.
Ditulis oleh: Stefanus Tay & Ingrid Tay
Stefanus Tay, MTS dan Ingrid Listiati, MTS adalah pasangan suami istri awam dan telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat.
sumber: katolisitas.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar