Sabtu,
02 November 2013
Kolaborasi
Pengelolaan Hutan Lindung Wehea, Apa Mungkin?
Membangun
Peluang Kolaborasi
Hutan
Lindung Wehea dengan luas mencapai 38.000 hektare tentunya menyimpan beragam
kekayaan bidiversity. Terdapat puluhan jenis tanama kayu bernilai ekonomis
tinggi, ratusan jenis burung dan beragam jenis satwa dan mamalia.
Itu
baru keragaman biodiversity yang terkandung didalamnya. Selain itu, tentu hal
tersebut menjadi prioritas, dimana Hutan Lindung Wehea ternyata menjadi sumber
dari 3 anak sungai besar yang masuk dalam DAS Wehea. Sungai Sekung Besar,
Melyiu dan Metgueen, semuanya bersumber dari sana. Hal tersebut diuangkap dalam
hasil penelitian dari sebuah lembaga konservasi The Nature Conservancy (TNC)
yang sejak tahun 2004 bekerja bersama dengan Masyarakat hukum Adat Wehea di
Nehas Liah Bing serta Pemerintah Kabupaten Kutai Timur.
Hutan
Lindung Wehea, selain sebagai "ujung" dari ketiga sungai diatas yang
bermuara langsung ke Sungai Wehea (Long Msaq Teng - dalam bahasa Wehea), juga
bisa disebut sebagai spon yang cukup baik untuk menyimpan air, ungkap Nunuk
Kasyanto, Manager Kawasan Hutan Lindung Wehea pada tahun 2009 lalu.
Sedangkan
bagi masyarakat adat Dayak Wehea, Hutan Lindung Wehea menjadi sangat penting
karena dari sinilah awal dimana Suku Dayak Wehea mulai dikenal oleh berbagai
pihak, mulai dari tingkat lokal, regional, nasional hingga dunia internasional.
Pada
tahun 2007, dalam sebuah kegiatan yang mempertemukan berbagai pihak dan pegiat
konservasi internasional, Hutan Lindung Wehea meraih penghargaan pertama secara
internasional yang menempati perintkat ketiga penghargaan "Schooner
Prize". Sebuah penghargaan dari para pemerhati konservasi dunia tersebut
bersaing ketat dan hanya kalah dari praktek konservasi di Salomon Island dan
Mexico. Sebuah capaian yang luar biasa dan yang menjadi menarik adalah model
kolaborasi (masyarakat adat, NGO;s dan Pemerintah) yang didorong sejak awal
proses pencanangan kawasan tersebut menjadi Hutan Lindung dengan Hukum Adat
Wehea yang memayunginya.
Pasca
"Schooner Prize" sebuah penghargaan bergengsi lainnya pun diraih.
Pada tahun 2009, Kalpataru, sebuah penghargaan tertinggi dalam bidang
lingkungan di Indonesia berhasil diraih oleh Lembaga Adat Dayak Wehea Nehas
Liah Bing yang diserahkan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada
5 Juni 2009. Sebuah penghargaan yang disambut dengan sukacita oleh segenap
masyarakat Wehea. Mengutip Ledjie Taq, kepala adat Desa Nehas Liah Bing pasca
menerima penghargaan tersebut mengungkapkan bahwa Kalpataru ini bukan hanya
bagi masyarakat Nehas Liah Bing tetapi juga bagi masyarakat Wehea yang tersebar
di 6 desa diantaranya Desa Dea Beq, Diak Lay, Bea Nehas, Long Wehea dan Diaq
Leway. Jadi bukan hanya kebanggaan kami saja tetapi kebanggaan seluruh warga
Wehea, lanjut Ledjie Taq.
Lebin
Yen, seorang anggota team Petkuq Mehuey, sebulan setelah mendapatkan
penghargaan Kalpataru juga mengungkapkan bahwa penghargaan tersebut adalah
sebuah bukti dimana kami suku Dayak Wehea diakui keberadaannya, dan bahwa
komunitas Dayak Wehea juga telah memberikan peran bagi upaya perlindungan hutan
di negeri ini.
Kembali
pada eksistensi Hutan Lindung Wehea, akhirnya pada tahun 2013, diperoleh sebuah
kabar menarik dimana Menteri Kehutanan Republik Indonesia akhirnya
menandatangani SK Penetapan kawasan tersebut untuk menjadi Hutan Lindung.
Sebuah penantian panjang akhirnya terbayar dengan lahirnya SK-Menhut RI
tersebut. Seperti pada berbagai tulisan yang ada, bahwa begitu banyak pihak
menyayangkan walaupun sekian kali menteri kehutanan berganti, SK Hutan Lindung
Wehea tak kunjung diperoleh/ditandatangani. Sebuah berita baik yang layak
mendapatkan apresiasi tentunya, sehingga dengan adanya ketetapan tersebut
diharapkan Pemerintah Kutai Timur juga semakin berupaya untuk terus mendorong
agar eksistensi kawasan tersebut tetap terjaga seperti juga harapan masyarakat
Dayak Wehea pada umumnya dan khususnya warga Wehea di Nehas Liah Bing.
Kolaborasi:
Membangun Peluang Pendanaan Bagi Pengelolaan Hutan Lindung Wehea
Berdasarkan
ragam informasi yang ada, pendanaan untuk pengelolaan Kawasan Hutan Lindung
Wehea sejauh ini masih sangat terbatas. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur
melalui Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea setiap tahun masih mengalokasikan
anggaran untuk mendukung pengelolaan kawasan tersebut yang diharapkan dengan
lahirnya SK-Menhut yang telah lama ditunggu dapat menjadi sebuah pedoman untuk
meningkatkan pendanaan dalam rangka mendukung pengelolaan kawasan tersebut.
Selain
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur melalui Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea,
pendanaan untuk pengelolaan juga diperoleh dari beberapa donor, yaitu The
Nature Conservancy yang setiap tahun juga membantu berbagai kegiatan dalam
pengelolaan kawasan, tetapi sesuai dengan nota kesepahaman tahap-2, kerjasama
antara Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dengan The Nature Conservancy (TNC)
akan segera berakhir pada tahun 2015, sehingga perlu menjadi sebuah pemikiran
bersama agar dimasa depan, dapat diperoleh funding-funding baru untuk mendukung
upaya pengelolaan kawasan tersebut.
Melihat
fakta tersebut diatas, tentunya saat ini telah "tersaji" sebuah
tantangan yang harus dihadapi, agar upaya pengelolaan kawasan Hutan Lindung
Wehea tidak berhenti tetapi terus berlangsung sebagai sebuah bukti eksistensi
keberadaan kawasan tersebut dan juga eksistensi dari Komunitas Suku Dayak
Wehea.
Berangkat
dari hal tersebut, keberadaan beragam stake holder yang ada di sekitar Hutan
Lindung Wehea, terutama beberapa perusahaan swasta baik perusahaan kelapa sawit
maupun perusahaan pertambangan (saat ini belum beroperasi) perlu diajak untuk
duduk bersama agar bersedia untuk mendukung pengelolaan Hutan Lindung Wehea.
Mengapa? Hal tersebut menjadi sangat penting dan tentunya bernilai positif bila
pihak swasta juga dapat terlibat secara langsung (misalnya: membantu pendanaan)
dalam membantu pengelolaan kawasan tersebut yang nyata-nyatanya menjadi
"sumber air" bagi 3 DAS Muara Wehea, selain tentunya keanekaragaman
hayati yang ada didalamnya.
Menilik
kembali proses yang telah dibangun beberapa tahun sebelumnya, Badan Pengelola
(BP) Wehea beberapa kali telah melaksanakan pertemuan yang melibatkan langsung
pihak swasta termasuk mengajak pihak swasta untuk dapat mengambil peran dalam
upaya pelestarian dan pengelolaan Hutan Lindung Wehea. Hal tersebut terbukti
pada tahun 2008, PT. KPC akhirnya menandatangani sebuah kerjasama dengan BP
Wehea dan Lembaga Adat Wehea Desa Nehas Liah Bing untuk mendukung pengelolaan
kawasan.
Ketika
issue-issue lingkungan seolah menjadi "trending topic" pada beragam
berita yang muncul, baik pada tingkat nasional maupun internasional, seyogyanya
hal tersebut dapat menjadi sebuah pemikiran bersama, bahwa dimasa depan,
pengelolaan kawasan konservasi seperti di Hutan Lindung Wehea dapat
berkolaborasi dengan private sector yang ada di sekitar kawasan, dan bila hal
tersebut terjadi, kolaborasi pengelolaan antara masyarakat adat, NGO's,
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan Swasta akan menjadi sebuah model menarik
yang dapat ditiru dan dikembangkan pada tempat/wilayah lainnya.
Tetapi
untuk mewujudkan hal tersebut tentunya bukan sebuah pekerjaan yang gampang,
karena pada pihak swasta sendiri, belum semua berpikir bahwa mendukung
pengelolaan kawasan konservasi seperti Hutan Lindung Wehea adalah sebuah issue
yang menarik diluar core bisnis-nya.
Sebuah
menarik contoh layak dikedepankan, misalnya sebuah perkebunan kelapa sawit (PT.
DSN Group) di Kecamatan Muara Wahau (Wehea) yang sejak 5 tahun terakhir serius
mendorong pengembangan kawasan konservasi dalam areal kebunnya dan kemudian
ditindaklanjuti dengan membangun kesepakatan pengelolaan kawasan konservasi
kebun bersama Lembaga Adat Dayak Wehea di Nehas Liah Bing dan juga dalam
beberapa hal turut mendukung kegiatan pengelolaan kawasan Hutan Lindung Wehea.
So, model semacam ini dimasa depan seyogyanya perlu diperluas dan juga diikuti
oleh beberapa perusahaan lainnya, baik perusahaan perkebunan kelapa sawit
maupun perusahaan pertambangan yang kelak akan beroperasi.
Upaya
kolaborasi dimasa depan tentunya sangat ditunggu, dan akan menjadi sebuah
praktek pengelolaan yang sangat menarik untuk dijadikan sebuah studi bagi
elemen manapun, karena keberhasilan upaya konservasi hanya dapat berhasil
apabila semua elemen mau untuk saling bergandengan tangan sebagai sebuah bentuk
tanggung jawab bersama..........................
sumber: nuamuri.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar