Kabar
Paroki
Rabu
(29/4/14)
Bersamaan
dengan Pesta Kerahiman Ilahi pada Minggu Pekan Paskah Ke-2, dilaksanakan
pembaptisan kepada 14 orang baptisan baru dari balita, anak-anak, remaja hingga
orang dewasa.
Pembaptisan oleh Pater Lucius Tumanggor, SVD |
Dalam
Misa yang dipimpin langsung oleh Pastor Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas
Liah Bing, Pater Lucius Tumanggor, SVD tersebut juga turut dimeriahkan oleh
Koor dari siswa/i SMP Negeri-1 Kung Beang.
Sebelum
pembatisan para orang tua baptisan baru mengikuti masa persiapan dan pembekalan
yang dipimpin oleh Suster Caroline, SSpS dan dilaksanakan di pusat paroki.
dirigen koor dari SMPN-1 Kung Beang |
Sementara
itu, Pater Lucius Tumanggor, SVD, mengungkapkan bahwa masih banyak anak-anak
hingga remaja dalam wilayah paroki yang belum dibaptis, oleh karena itu pastor
paroki menghimbau kepada seluruh umat untuk saling mengingatkan agar segera dibaptis.
Dalam
Balutan Budaya Tradisional
Seperti
pada perayaan-perayaan sebelumnya, pada Misa Pekan Paskah kedua yang bersamaan
dengan pembaptisan baru sangat kental akan suasana budaya tradisional, dan hal
ini terlihat dari seluruh orang tua baptisan maupun para saksi baptisan
mengenakan pakaian tradisional dari masing-masing daerah diantaranya dari
Flores (Ende, Bajawa dan Manggarai) serta dari Sumatra Utara (Batak), Toraja
dan Dayak (Wehea).
Sr. Caroline bersama anggota Koor SMPN-1 Kung Beang |
Selain
para orang tua dan saksi baptisan baru, seluruh anggota koor dari SMP Negeri-1
Kung Beang pun tidak ketinggalan untuk menampilkan akar budaya dari
masing-masing daerah asal mereka dengan mengenakan pakaian tradisional.
orang tua dan wali baptis dalam balutan pakaian tradisional ende & dayak |
Terkait
dengan hal tersebut, Pater Lucius Tumanggor, SVD, mengungkapkan bahwa sesuai
dengan himbauan yang telah disampaikan agar hal tersebut dapat terus
dipertahankan, baik pada saat penerimaan sakramen baptis, komuni, maupun pada
sakramen pernikahan ditekankan untuk mengenakan busana tradisional.
suasana perayaan misa |
Hal
tersebut sangat penting sekaligus menyesuaikan dengan karakteristik paroki yang
merupakan paroki migran dimana terdapat begitu banyak umat yang datang dari
berbagai daerah di Indonesia agar mereka tidak lupa dengan akar serta dari mana
asal mereka. Ini penting karena dengan demikian sebagai upaya pelestarian
terhadap budaya mereka dan bagi pembuatnya di tempat asal mereka juga dapat
terus berkarya karena hasil karya seni mereka juga dibutuhkan diperantauan,
tutur Pater Lucius, SVD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar