Ketika
Mujizat Itu Datang
Nehas
Liah Bing (01/01/13)
Tidak
pernah disangka dan diduga. Mujizat itu datang. Sebuah mimpi besar yang selama
sekian tahun terpendam akhirnya terwujud dalam sebentuk bangunan megah berupa
gereja dan pastoran yang terintegrasi dalam sebuah kompleks paroki seluas hampir
2,5 hektar.
Kembali
pada sebuah pertemuan, pada suatu malam di ruang pastoran paroki yang lama,
beberapa orang berkumpul untuk mendiskusikan sebuah rencana besar, sebuah
rencana yang mungkin belum tentu terwujud apabila tidak ada mujizat dan campur
tangan Tuhan.
Lokasi
gereja akan kita pindahkan, tolong cari tahu, siapa pemilik lahan diatas sana,
lokasi yang saat ini berdiri bangunan gereja dan pastoran baru. Hanya 4 hari,
semuanya akhirnya terjawab.
Pasca
kegagalan negoisasi yang pertama untuk pengadaan lahan pada bagian belakang
lokasi lahan yang diperuntukan bagi pembangunan gereja baru sebelumnya (lokasi
lama), keputusan cepat langsung diambil.
Selain
karena tempat yang direncanakan sebelumnya dianggap kurang strategis karena
terlalu sempit untuk perkembangan gereja kedepannya, maka Pater Thomas
Sudarmoko, SVD, langsung mengambil langkah berani, dengan penuh resiko
tentunya, memutuskan agar lokasi rencana pembangunan gereja dipindahkan
kebagian hulu kampung Nehas Liah Bing.
Sebuah
rencana yang sangat strategis tentunya. Sebuah ide sederhana tapi besar, karena
apabila gereja didirikan dibagian hulu kampung, hal tersebut juga akan segera
memacu munculnya pemukiman baru disana. Umat yang memiliki lahan dapat
membangun rumah sekaligus menjawab rencana perluasan kampung Nehas Liah Bing
sebagai pusat paroki.
Hanya
membutuhkan waktu 4 hari, beberapa orang yang ditugaskan kala itu, dengan sigap
dan penuh semangat akhirnya menemukan kata sepakat terutama dengan yang empunya
pemilik lahan.
Saya
mau melepaskan lahan itu, asalkan untuk pembangunan gereja, demikian kata
seorang tokoh umat menirukan ungkapan sang pemilik lahan. Sebuah kalimat
sederhana tetapi sarat makna, bahwa dengan ikhlas hati sang pemilik memberikan
peluang kepada gereja terutama Pater Thomas Sudarmoko, SVD, yang juga menjabat
sebagai pastor paroki untuk segera menentukan sikap atas peluang itu.
Malam
itu, beberapa orang tokoh umat berkumpul bersama di pastoran lama, dan yang
istimewa adalah kehadiran sang pemilik lahan.
Lahan
itu tidak masalah, dan kita dapat langsung melakukan pengukuran apabila telah
disepakati. Pada awalnya, perkiraan luasan lahan tersebut hanya 1 hektar,
tetapi setelah melakukan pengukuran ulang menggunakan GPS, akhirnya diketahui
bahwa total luasan lahan tersebut adalah 1,5 hektar, sehingga harga yang telah
disepakati sebelumnya dan telah dibayarkan harus ditambahkan untuk membayar
kelebihan luasan lahan tersebut. Sebuah harga yang pantas dan wajar kala itu,
tetapi yang terpenting adalah keihklasan sang pemilik lahan untuk memberikan
peluang bagi gereja untuk mengakuisisi lahan tersebut. Ini nilai pentingnya.
Akhirnya,
malam itu telah menjadi terpatri dan turut menjadi catatan sejarah dalam
perjalanan perkembangan Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, yaitu
disepakati dan ditandatangani bersama antara para pihak, baik dari Pater
Thomas, SVD, maupun pemilik lahan dan juga beberapa tokoh umat yang menjadi
saksi.
Dengan
selesainya persoalan lahan pembangunan, diikuti dengan sebuah keputusan berani
dan penuh resiko (entah disetujui atau tidak), maka langkah berikutnya yang
penuh tantangan adalah bagaimana mewujudkan sebuah rencana besar untuk
membangun gereja paroki yang baru, yang menjadi mimpi seluruh umat paroki.
----------bersambung--------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar