Kabar Mancanegara
Pemerintah
Amerika Serikat kembali mengirimkan mahasiswa Indonesia ke Amerika, untuk
saling belajar dan bertukar informasi mengenai hubungan antar umat beragama,
dalam Study of the United State Institut (SUSI) program on Religious Pluralism.
Menurut
Konsul Jenderal Amerika Serikat di Surabaya, Joaquin Monserrate, program
pluralisme agama ditujukan untuk saling menggali dan mempelajari, mengenai
kerukunan hidup antar umat beragama.
Ia
mengatakan para mahasiswa yang terpilih akan mengikuti kegiatan perkuliahan di
Temple University, dengan melakukan dialog lintas agama, kunjungan ke berbagai
tempat ibadah, serta melakukan berbagai kegiatan terkait pluralisme keyakinan.
“Mungkin
negara Indonesia dan Amerika Serikat ada pengalaman sama, dimana ada beberapa
agama-agama, dan komitmen besar dari pemerintah pusat dan dari masyarakat untuk
saling mengerti tentang agama, untuk supaya agama tidak menjadi pembatasan
antara relasi manusia ya, dan itu mungkin kami bisa belajar banyak dari
pengalaman Indonesia yang cukup lama, kami juga bisa membagikan dengan orang
Indonesia bagaimana pengalaman kita, karena pasti ya dalam sejarah pasti ada
masalah yang harus diatasi,” kata Joaquin Monserrate, Konsul Jenderal Amerika
Serikat di Surabaya.
Natalia
Wijayanti, peserta SUSI mengatakan, keikutsertaannya dalam program ini untuk
mempelajari toleransi yang ada di Amerika Serikat, yang memiliki banyak agama
dan keyakinan yang berbeda-beda seperti di Indonesia.
“Yang
jelas yang mau saya pelajari disana itu cara orang Amerika menghargai
agama-agama minoritas. Bagaimana caranya mereka bisa membuat orang-orang yang
aliran berbeda-beda seperti itu, mereka bisa hidup dalam satu negara, dan
jarang ada konflik keagamaan juga, tidak seperti kita disini,” jelas salah satu
peserta SUSI, Natalia Wijayanti.
Peserta
SUSI asal Ambon, Matelda mengungkapkan, hasil belajar tentang pluralisme di
Amerika Serikat, akan digunakan untuk membangun pemahaman kaum muda di
daerahnya mengenai sebuah perbedaan.
“Menurut
saya perubahan itu harus dimulai sejak awal, gak boleh tunggu sampai
paradigmanya sudah terbentuk, terdoktrin dulu di otak, baru mau jalankan sudah
agak susah, jadi harus dimulai harus dimulai dari orang-orang muda seperti kita,
karena semakin banyak orang muda yang punya paradigma berpikir yang lebih open
mind, itu semakin bagus untuk mengubah kota itu sendiri,” katanya.
Sementara
itu Salwa Amalia, alumni SUSI mengatakan, pemerintah Indonesia harus mampu
menjaga perdamaian di tengah pluralisme bangsa, yang memiliki banyak perbedaan,
seperti suku, budaya, agama, dan keyakinan.
“Amerika
sama Indonesia sama-sama demokrasi, tapi mereka bisa begitu menjaga kedamaian
kenapa kita enggak gitu. Dengan multi culturenya budaya kita, multi culturenya
agama kita, sebenarnya kita juga bisa,” kata Salwa.
Sumber:
VOA Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar