Minggu, 19 Januari 2014

Hutan Lindung Wehea.....

Sabtu, 02 November 2013

Kolaborasi Pengelolaan Hutan Lindung Wehea, Apa Mungkin?
Membangun Peluang Kolaborasi


Hutan Lindung Wehea dengan luas mencapai 38.000 hektare tentunya menyimpan beragam kekayaan bidiversity. Terdapat puluhan jenis tanama kayu bernilai ekonomis tinggi, ratusan jenis burung dan beragam jenis satwa dan mamalia.

Itu baru keragaman biodiversity yang terkandung didalamnya. Selain itu, tentu hal tersebut menjadi prioritas, dimana Hutan Lindung Wehea ternyata menjadi sumber dari 3 anak sungai besar yang masuk dalam DAS Wehea. Sungai Sekung Besar, Melyiu dan Metgueen, semuanya bersumber dari sana. Hal tersebut diuangkap dalam hasil penelitian dari sebuah lembaga konservasi The Nature Conservancy (TNC) yang sejak tahun 2004 bekerja bersama dengan Masyarakat hukum Adat Wehea di Nehas Liah Bing serta Pemerintah Kabupaten Kutai Timur.

Hutan Lindung Wehea, selain sebagai "ujung" dari ketiga sungai diatas yang bermuara langsung ke Sungai Wehea (Long Msaq Teng - dalam bahasa Wehea), juga bisa disebut sebagai spon yang cukup baik untuk menyimpan air, ungkap Nunuk Kasyanto, Manager Kawasan Hutan Lindung Wehea pada tahun 2009 lalu.

Sedangkan bagi masyarakat adat Dayak Wehea, Hutan Lindung Wehea menjadi sangat penting karena dari sinilah awal dimana Suku Dayak Wehea mulai dikenal oleh berbagai pihak, mulai dari tingkat lokal, regional, nasional hingga dunia internasional.

Pada tahun 2007, dalam sebuah kegiatan yang mempertemukan berbagai pihak dan pegiat konservasi internasional, Hutan Lindung Wehea meraih penghargaan pertama secara internasional yang menempati perintkat ketiga penghargaan "Schooner Prize". Sebuah penghargaan dari para pemerhati konservasi dunia tersebut bersaing ketat dan hanya kalah dari praktek konservasi di Salomon Island dan Mexico. Sebuah capaian yang luar biasa dan yang menjadi menarik adalah model kolaborasi (masyarakat adat, NGO;s dan Pemerintah) yang didorong sejak awal proses pencanangan kawasan tersebut menjadi Hutan Lindung dengan Hukum Adat Wehea yang memayunginya.

Pasca "Schooner Prize" sebuah penghargaan bergengsi lainnya pun diraih. Pada tahun 2009, Kalpataru, sebuah penghargaan tertinggi dalam bidang lingkungan di Indonesia berhasil diraih oleh Lembaga Adat Dayak Wehea Nehas Liah Bing yang diserahkan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Juni 2009. Sebuah penghargaan yang disambut dengan sukacita oleh segenap masyarakat Wehea. Mengutip Ledjie Taq, kepala adat Desa Nehas Liah Bing pasca menerima penghargaan tersebut mengungkapkan bahwa Kalpataru ini bukan hanya bagi masyarakat Nehas Liah Bing tetapi juga bagi masyarakat Wehea yang tersebar di 6 desa diantaranya Desa Dea Beq, Diak Lay, Bea Nehas, Long Wehea dan Diaq Leway. Jadi bukan hanya kebanggaan kami saja tetapi kebanggaan seluruh warga Wehea, lanjut Ledjie Taq.

Lebin Yen, seorang anggota team Petkuq Mehuey, sebulan setelah mendapatkan penghargaan Kalpataru juga mengungkapkan bahwa penghargaan tersebut adalah sebuah bukti dimana kami suku Dayak Wehea diakui keberadaannya, dan bahwa komunitas Dayak Wehea juga telah memberikan peran bagi upaya perlindungan hutan di negeri ini.

Kembali pada eksistensi Hutan Lindung Wehea, akhirnya pada tahun 2013, diperoleh sebuah kabar menarik dimana Menteri Kehutanan Republik Indonesia akhirnya menandatangani SK Penetapan kawasan tersebut untuk menjadi Hutan Lindung. Sebuah penantian panjang akhirnya terbayar dengan lahirnya SK-Menhut RI tersebut. Seperti pada berbagai tulisan yang ada, bahwa begitu banyak pihak menyayangkan walaupun sekian kali menteri kehutanan berganti, SK Hutan Lindung Wehea tak kunjung diperoleh/ditandatangani. Sebuah berita baik yang layak mendapatkan apresiasi tentunya, sehingga dengan adanya ketetapan tersebut diharapkan Pemerintah Kutai Timur juga semakin berupaya untuk terus mendorong agar eksistensi kawasan tersebut tetap terjaga seperti juga harapan masyarakat Dayak Wehea pada umumnya dan khususnya warga Wehea di Nehas Liah Bing.

Kolaborasi: Membangun Peluang Pendanaan Bagi Pengelolaan Hutan Lindung Wehea

Berdasarkan ragam informasi yang ada, pendanaan untuk pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Wehea sejauh ini masih sangat terbatas. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur melalui Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea setiap tahun masih mengalokasikan anggaran untuk mendukung pengelolaan kawasan tersebut yang diharapkan dengan lahirnya SK-Menhut yang telah lama ditunggu dapat menjadi sebuah pedoman untuk meningkatkan pendanaan dalam rangka mendukung pengelolaan kawasan tersebut.

Selain Pemerintah Kabupaten Kutai Timur melalui Badan Pengelola Hutan Lindung Wehea, pendanaan untuk pengelolaan juga diperoleh dari beberapa donor, yaitu The Nature Conservancy yang setiap tahun juga membantu berbagai kegiatan dalam pengelolaan kawasan, tetapi sesuai dengan nota kesepahaman tahap-2, kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dengan The Nature Conservancy (TNC) akan segera berakhir pada tahun 2015, sehingga perlu menjadi sebuah pemikiran bersama agar dimasa depan, dapat diperoleh funding-funding baru untuk mendukung upaya pengelolaan kawasan tersebut.

Melihat fakta tersebut diatas, tentunya saat ini telah "tersaji" sebuah tantangan yang harus dihadapi, agar upaya pengelolaan kawasan Hutan Lindung Wehea tidak berhenti tetapi terus berlangsung sebagai sebuah bukti eksistensi keberadaan kawasan tersebut dan juga eksistensi dari Komunitas Suku Dayak Wehea.

Berangkat dari hal tersebut, keberadaan beragam stake holder yang ada di sekitar Hutan Lindung Wehea, terutama beberapa perusahaan swasta baik perusahaan kelapa sawit maupun perusahaan pertambangan (saat ini belum beroperasi) perlu diajak untuk duduk bersama agar bersedia untuk mendukung pengelolaan Hutan Lindung Wehea. Mengapa? Hal tersebut menjadi sangat penting dan tentunya bernilai positif bila pihak swasta juga dapat terlibat secara langsung (misalnya: membantu pendanaan) dalam membantu pengelolaan kawasan tersebut yang nyata-nyatanya menjadi "sumber air" bagi 3 DAS Muara Wehea, selain tentunya keanekaragaman hayati yang ada didalamnya.

Menilik kembali proses yang telah dibangun beberapa tahun sebelumnya, Badan Pengelola (BP) Wehea beberapa kali telah melaksanakan pertemuan yang melibatkan langsung pihak swasta termasuk mengajak pihak swasta untuk dapat mengambil peran dalam upaya pelestarian dan pengelolaan Hutan Lindung Wehea. Hal tersebut terbukti pada tahun 2008, PT. KPC akhirnya menandatangani sebuah kerjasama dengan BP Wehea dan Lembaga Adat Wehea Desa Nehas Liah Bing untuk mendukung pengelolaan kawasan.

Ketika issue-issue lingkungan seolah menjadi "trending topic" pada beragam berita yang muncul, baik pada tingkat nasional maupun internasional, seyogyanya hal tersebut dapat menjadi sebuah pemikiran bersama, bahwa dimasa depan, pengelolaan kawasan konservasi seperti di Hutan Lindung Wehea dapat berkolaborasi dengan private sector yang ada di sekitar kawasan, dan bila hal tersebut terjadi, kolaborasi pengelolaan antara masyarakat adat, NGO's, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dan Swasta akan menjadi sebuah model menarik yang dapat ditiru dan dikembangkan pada tempat/wilayah lainnya.

Tetapi untuk mewujudkan hal tersebut tentunya bukan sebuah pekerjaan yang gampang, karena pada pihak swasta sendiri, belum semua berpikir bahwa mendukung pengelolaan kawasan konservasi seperti Hutan Lindung Wehea adalah sebuah issue yang menarik diluar core bisnis-nya.

Sebuah menarik contoh layak dikedepankan, misalnya sebuah perkebunan kelapa sawit (PT. DSN Group) di Kecamatan Muara Wahau (Wehea) yang sejak 5 tahun terakhir serius mendorong pengembangan kawasan konservasi dalam areal kebunnya dan kemudian ditindaklanjuti dengan membangun kesepakatan pengelolaan kawasan konservasi kebun bersama Lembaga Adat Dayak Wehea di Nehas Liah Bing dan juga dalam beberapa hal turut mendukung kegiatan pengelolaan kawasan Hutan Lindung Wehea. So, model semacam ini dimasa depan seyogyanya perlu diperluas dan juga diikuti oleh beberapa perusahaan lainnya, baik perusahaan perkebunan kelapa sawit maupun perusahaan pertambangan yang kelak akan beroperasi.


Upaya kolaborasi dimasa depan tentunya sangat ditunggu, dan akan menjadi sebuah praktek pengelolaan yang sangat menarik untuk dijadikan sebuah studi bagi elemen manapun, karena keberhasilan upaya konservasi hanya dapat berhasil apabila semua elemen mau untuk saling bergandengan tangan sebagai sebuah bentuk tanggung jawab bersama..........................


sumber: nuamuri.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar