Minggu, 30 Oktober 2011

Ribuan Umat Hadiri Penutupan Bulan Maria di Gua Kung Beang

Nehas, 30/10/11

Cuaca yang mendung di minggu pagi (30/10/11), serta kondisi jalan yang licin setelah diguyur hujan pada hari Sabtu malam, tidak menyurutkan langkah para peziarah untuk mendatangi Gua Maria Pengantara Segala Rahmat Kung Beang_Wehea_Kaltim.
Sejak pukul 07.00 wita, para peziarah mulai berdatangan ke Gua Maria Pengantara Segala Rahmat Kung Beang, terutama dari stasi-stasi yang dekat dengan lokasi Gua Maria.
Walaupun sehari sebelumnya, sempat mengalami gangguan persiapan, yang diwarnai dengan serangan “pasukan” lebah, tidak membuat persiapan-persiapan yang perlu dilakukan menjadi terhambat.
Frater Romy, SVD, yang melakukan persiapan akhir dan menginap di lokasi Gua Maria bersama beberapa orang anggota KOMKA mengungkapkan, tidak ada hambatan selama persiapan akhir tersebut dilakukan. Sempat, pagi tadi (sebelum umat datang), lebah menyerang lagi karena beberapa anggota KOMKA membuat api, tetapi beruntung tidak ada kejadian luar biasa seperti kemarin, ujar Frater Romy.
Sejak pagi hari pula, terjadi kesibukan yang luar biasa di Pusat Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing. Umat datang secara bergerombol menuju pusat paroki untuk bersama-sama berangkat menuju Gua Maria. Dari anak-anak hingga orang dewasa, bergembira bersama untuk memeriahkan Perayaan Penutupan Bulan Rosario tersebut. Menggunakan satu unit truck, dan 2 unit kendaraan 4WD serta satu unit L-300, rombongan dari pusat paroki berangkat menuju Gua Maria.
Sementara itu, perusahaan sekitar tidak ketinggalan untuk terlibat dengan menyiapkan kendaraan khusus bagi para peziarah yang hendak berziarah ke Gua Maria Kung Beang, diantaranya dari PT. Swakarsa yang menyediakan beberapa unit bus khusus, serta dari PT. Smart Group.
Misa Penutupan
Sementara itu, tepat pukul 10.30 wita, Ibadat Ekaristi Kudus dimulai. Ribuan umat khusuk dalam misa yang dipimpin oleh Pater Thomas Sudarmoko, SVD.
Dalam khotbahnya, Pater Thomas, SVD, menyentuh pentingnya pembangunan identitas bagi para umat. Seringkali umat Katholik merasa malu untuk menunjukan identitasnya sebagai seorang Katholik, ujar Pater Thomas, SVD.
Sudah selayaknya kita meneladani Bunda Maria, yang selalu tegas tetapi lembut hati, dan karena keteladanannya, kita dapat berkumpul disini untuk merayakan bulan yang penuh rahmat, yaitu Bulan Maria, lanjut Pater Thomas, SVD.
Sementara itu, sebelum Misa Kudus diakhiri, Pater Thomas, SVD, menyampaikan agar seluruh umat dapat mendukung dan bahu membahu, serta turut berdoa secara khusus untuk kelancaran pembangunan Gereja Santa Maria Ratu Damai yang sedang berlangsung. Kita berdoa pula kepada para donatur yang telah berpartisipasi, sehingga proses pembangunan telah dimulai, dan sesuai dengan rencana Keusukupan Agung Samarinda, bahwa Gua Maria Pengantara Segala Rahmat Kung Beang, akan dijadikan sebagai tempat ziarah khusus bagi seluruh umat dalam Keuskupan Agung Samarinda. Kita patut bersyukur atas rencana tersebut, dan kembali ditegaskan agar seluruh umat untuk bersama-sama mewujudnyatakan rencana tersebut, ujar Pater Thomas.
Akhirnya, tepat pukul 12.30 wita Ibadat Ekaristi Kudus dalam perayaan penutupan Bulan Rosario pun ditutup dengan berkat pengutusan………..
Semoga Tuhan Memberkati…………..

Ribuan Umat Hadiri Penutupan Bulan Maria di Gua Kung Beang


Nehas, 30/10/11

Cuaca yang mendung di minggu pagi (30/10/11), serta kondisi jalan yang licin setelah diguyur hujan pada hari Sabtu malam, tidak menyurutkan langkah para peziarah untuk mendatangi Gua Maria Pengantara Segala Rahmat Kung Beang_Wehea_Kaltim.
Sejak pukul 07.00 wita, para peziarah mulai berdatangan ke Gua Maria Pengantara Segala Rahmat Kung Beang, terutama dari stasi-stasi yang dekat dengan lokasi Gua Maria.
Walaupun sehari sebelumnya, sempat mengalami gangguan persiapan, yang diwarnai dengan serangan “pasukan” lebah, tidak membuat persiapan-persiapan yang perlu dilakukan menjadi terhambat.
Frater Romy, SVD, yang melakukan persiapan akhir dan menginap di lokasi Gua Maria bersama beberapa orang anggota KOMKA mengungkapkan, tidak ada hambatan selama persiapan akhir tersebut dilakukan. Sempat, pagi tadi (sebelum umat datang), lebah menyerang lagi karena beberapa anggota KOMKA membuat api, tetapi beruntung tidak ada kejadian luar biasa seperti kemarin, ujar Frater Romy.
Sejak pagi hari pula, terjadi kesibukan yang luar biasa di Pusat Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing. Umat datang secara bergerombol menuju pusat paroki untuk bersama-sama berangkat menuju Gua Maria. Dari anak-anak hingga orang dewasa, bergembira bersama untuk memeriahkan Perayaan Penutupan Bulan Rosario tersebut. Menggunakan satu unit truck, dan 2 unit kendaraan 4WD serta satu unit L-300, rombongan dari pusat paroki berangkat menuju Gua Maria.
Sementara itu, perusahaan sekitar tidak ketinggalan untuk terlibat dengan menyiapkan kendaraan khusus bagi para peziarah yang hendak berziarah ke Gua Maria Kung Beang, diantaranya dari PT. Swakarsa yang menyediakan beberapa unit bus khusus, serta dari PT. Smart Group.
Misa Penutupan
Sementara itu, tepat pukul 10.30 wita, Ibadat Ekaristi Kudus dimulai. Ribuan umat khusuk dalam misa yang dipimpin oleh Pater Thomas Sudarmoko, SVD.
Dalam khotbahnya, Pater Thomas, SVD, menyentuh pentingnya pembangunan identitas bagi para umat. Seringkali umat Katholik merasa malu untuk menunjukan identitasnya sebagai seorang Katholik, ujar Pater Thomas, SVD.
Sudah selayaknya kita meneladani Bunda Maria, yang selalu tegas tetapi lembut hati, dan karena keteladanannya, kita dapat berkumpul disini untuk merayakan bulan yang penuh rahmat, yaitu Bulan Maria, lanjut Pater Thomas, SVD.
Sementara itu, sebelum Misa Kudus diakhiri, Pater Thomas, SVD, menyampaikan agar seluruh umat dapat mendukung dan bahu membahu, serta turut berdoa secara khusus untuk kelancaran pembangunan Gereja Santa Maria Ratu Damai yang sedang berlangsung. Kita berdoa pula kepada para donatur yang telah berpartisipasi, sehingga proses pembangunan telah dimulai, dan sesuai dengan rencana Keusukupan Agung Samarinda, bahwa Gua Maria Pengantara Segala Rahmat Kung Beang, akan dijadikan sebagai tempat ziarah khusus bagi seluruh umat dalam Keuskupan Agung Samarinda. Kita patut bersyukur atas rencana tersebut, dan kembali ditegaskan agar seluruh umat untuk bersama-sama mewujudnyatakan rencana tersebut, ujar Pater Thomas.
Akhirnya, tepat pukul 12.30 wita Ibadat Ekaristi Kudus dalam perayaan penutupan Bulan Rosario pun ditutup dengan berkat pengutusan………..
Semoga Tuhan Memberkati…………..

Sabtu, 29 Oktober 2011

Ada Satwa Langka di Lokasi Gua Maria Pengantara Segala Rahmat Kung Beang

Puluhan anggota KOMKA yang sedang mengikuti kegiatan Camping Rohani di kawasan wisata rohani, Gua Maria Pengantara Segala Rahmat Kung Beang_Wehea berhamburan keluar tenda saat melihat Orang Utan yang bergantungan di pohon diatas tenda mereka. Situasi tersebut terjadi pada periode Agustus 2011 lalu.

orang utan yang ditangkap & ditemukan dalam perumahan (dipelihara) perusahaan dekat kung beang (foto istimewa)
Pengalaman tersebut kembali diceriterakan saat kegiatan persiapan Perayaan Penutupan Bulan Rosario di kawasan tersebut. Beberapa anggota KOMKA, mengungkapkan, Orang Utan tersebut diketahui sedang membuat sarang diatas sebatang pohon, dimana dibawahnya terdapat beberapa tenda peserta Camping Rohani. Mengetahui adanya Orang Utan diatas tenda mereka, para peserta berhamburan keluar tenda, sedangkan Orang Utan tersebut berpindah ke pohon yang satunya kemudian terus berpindah ke arah selatan.

Sementara itu, menurut Chris Djoka, Koordinator Program Wehea dari The Nature Conservancy saat dihubungi, menyampaikan bahwa kawasan tersebut memang masih terdapat Orang Utan liar yang terdesak oleh pembukaan areal perkebunan kelapa sawit disekitar kawasan tersebut. Satwa tersebut umumnya bertahan hidup pada beberapa koridor hutan yang masih tersisa ditengah himpitan bukaan lahan baru.

kawasan hutan di lokasi Gua Maria Kung Beang
Menurut hasil penelitian oleh para volunteer dari sebuah lembaga yang berpusat di Jakarta yang dilaksanakan pada tahun 2010, masih banyak ditemukan sebaran Sarang Orang Utan di kawasan tersebut, termasuk disisi utara gugusan Gunung Kung Beang, hingga ke jembatan-1 dan jembatan-2. Mereka bahkan menemukan beberapa Orang Utan liar yang terjepit pada koridor hutan di sekitar jembatan-1 yang berbatasan langsung dengan areal perkebunan, serta beberapa tempat lain di sekitar kawasan Kung Beang.

Ini adalah sebuah ancaman besar bagi kelestarian satwa tersebut, dan apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat, maka akan terjadi "konflik" antara manusia, perusahaan dan Orang Utan. Seharusnya, perusahan terdekat dengan kawasan-kawasan yang masih terdapat Orang Utan perlu berkoordinasi dengan instansi berwenang, dalam hal ini BKSDA serta beberapa lembaga yang juga sangat consern dengan upaya perlindungan Orang Utan, ujar Chris. Selain itu, terkadang ada perusahaan yang "secara sengaja" menganggap Orang Utan sebagai hama, sehingga membuat kebijakan untuk "menghabisi" satwa tersebut apabila ditemukan didalam kebun atau areal perusahaan, dan biasanya orang-orang tersebut dibayar oleh perusahaan tersebut. Apabila terjadi, ini adalah sebuah pelanggaran berat bila ditinjau dari aspek lingkungan, dan perlu diketahui pula bahwa saat ini, keberadaan Orang Utan sudah mulai langkah dan sangat terancam.

Terkait dengan keberadaan kawasan wisata rohani Gua Maria Pengantara Segala Rahmat Kung Beang, serta dengan ditemukannya Orang Utan dalam kawasan tersebut, memberi bukti, bahwa upaya yang dilakukan untuk turut menyelamatkan kawasan tersebut, telah memberikan ruang atau koridor khusus bagi kelanjutan hidup satwa langka tersebut. Hanya, sayangnya, luasan kawasan tersebut sangat terbatas, sehingga ancaman, terutama bagi satwa seperti Orang Utan, juga menjadi sangat tinggi, dan ini perlu menjadi perhatian bagi semua pihak, dalam upaya penyelamatan satwa langka tersebut dari kepunahan.

Serangan Lebah Warnai Persiapan Penutupan Bulan Rosario

Nehas, 29/10/11
Kegiatan bhakti lingkungan dalam rangka persiapan untuk menyambut Penutupan Bulan Rosario sedikit terganggu oleh serangan lebah. Umat yang terlibat dalam kegiatan tersebut berhamburan mencari perlindungan saat ribuan ekor lebah “menyerbu” di sekitar lokasi kegiatan.
Pada awalnya tidak ada masalah, tetapi karena adanya asap dari hasil pembakaran di sekitar lokasi Gua Maria, rupanya menjadi sebab dari serbuan lebah tersebut. Kejadiannya berawal saat Frater Romy Rodja, SVD, bersama Chris Djoka, koordinator program Wehea yang bekerja dengan The Nature Conservancy (TNC) kembali dari mengamati sarang Orang Utan yang tidak jauh dari lokasi Gua Maria.
Saat mendekati lokasi gua, tanpa sengaja melewati tempat pembakaran, dan dengan seketika, ribuan lebah menyerang keduanya. Tanpa sempat menghindar, keduanya langsung diserbu lebah-lebah tersebut. Kita tidak tahu kalau disekitar tempat itu ada lebahnya, ujar Frater Romy.
Pada saat bersamaan umat lain yang sedang melakukan kegiatanpun dengan seketika menghentikan kegiatannya dan langsung berhamburan menyelamatkan diri. Nahas bagi Frater Romy dan Chris, ribuan lebah seolah hanya mengejar mereka.
Teriakan agar lari, lepaskan baju, tiarap, dan lain sebagainya seolah tidak menyurutkan “pasukan” lebah menyerang keduanya. Frater Romy sempat melepaskan baju dan berlari untuk mencari tempat yang sedikit aman, sedangkan Chris mencoba bertahan dengan duduk jongkok di depan lokasi gua sambil menutupkan kepalanya dengan sweater. Apes, pasukan lebah seolah tidak mau pergi, puluhan sengatan dibadan dan muka Chris seolah menjadi sasaran empuk bagi pasukan lebah.
Melihat situasi tersebut, Chris terpaksa juga mencari tempat yang sedikit aman, dan mencoba berlari untuk menuju arah sungai. Maksudnya ingin menceburkan diri di sungai tetapi salah jalur. Sementara Frater Rommy telah “berlagak” seperti tentara di medan perang dengan mengambil sikap tiarap sambil menutup kepalanya. Pasukan lebah yang terus mengejar akhirnya membawa Chris untuk mengambil sikap yang sama, tiarap.
Berharap pasukan lebah segera pergi, ternyata tidak, sengatan demi sengatan terus dialami keduanya. Nahas memang, mungkin para pasukan lebah marah karena merasa terganggu saat melalui “rumah” mereka.
Serangan lebah ternyata tidak hanya menyerang kedua orang tersebut, walau dengan jumlah pasukan yang lebih sedikit, beberapa umat ternyata juga mendapatkan hadiah yang sama berupa sengatan dari pasukan lebah.
Bapak Christian Paipinang, bahkan sempat menelepon istrinya yang juga seorang dokter di Puskesmas Wehea II, karena khawatir kedua orang yang diserang secara khusus (Fr. Romy & Chris) oleh pasukan lebah tersebut pingsan.
Puluhan sengatan secara beruntun yang menimpa Chris bahkan benar-benar hampir membuatnya pingsan. Sempat merasa sedikit “goyang” ketika berjalan menuju pintu masuk lokasi gua, ujar Chris.
Setelah turun hujan, beberapa termasuk Chris dan Frater Romy, SVD, kembali lagi menuju lokasi gua untuk membereskan beberapa perlengkapan yang disiapkan untuk perayaan Misa Penutupan Bulan Rosario.
Sekitar pukul 16.00 wita, akhirnya semua umat meninggalkan lokasi Gua Maria, tentunya dengan ragam cerita serta berbagai macam kejadian “lucu” saat menyiapkan perayaan penutupan Bulan Rosario. Serangan lebah benar-benar telah mengganggu persiapan perayaan tersebut, tetapi “show must go on”, dan rencana tersebut tetap akan dilanjutkan. Besok (30/10/11), perayaan Misa Penutupan Bulan Rosario tetap akan kita laksanakan disini, sambil melihat perkembangan cuaca, ujar Pater Thomas, SVD, sesaat sebelum meninggalkan lokasi Gua Maria Pengantara Segala Rahmat.
Semoga Tuhan Memberkati………….

Jumat, 28 Oktober 2011

Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing_Wehea_Kutai Timur

Stasi Santo Petrus Bea Nehas

Bea Nehas, adalah sebuah desa yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Komunitas Masyarakat Adat Wehea yang secara turun temurun telah mendiami bantaran Sungai Telen (dalam bahasa Wehea sebutan sebenarnya adalah Tlan).

Seperti halnya desa-desa Wehea lainnya di bantaran Sungai Tlan, pemukiman masyarakat Desa Bea Nehas telah mengalami beberapa perpindahan, yang sebelumnya terletak pada bagian hulu sungai disebut Long Jenew, hingga ke lokasi saat ini.

Seperti halnya pada komunitas masyarakat adat Wehea di desa-desa Wehea lainnya, mayoritas masyarakat di Desa Bea Nehas merupakan penganut Katholik, sehingga dalam perkembangannya, dibuatlah sebuah stasi di desa tersebut, yaitu Stasi Santo Petrus Bea Nehas.

Menurut Pak Aleks, salah satu pendamping awam sekaligus pengajar dan bertugas di desa tersebut menyampaikan bahwa total pemeluk Katholik di Stasi tersebut berjumlah lebih dari 600-an jiwa. Kurang lebihnya seperti itu, karena kita belum melakukan pendataan ulang untuk up date data bagi paroki, ujar Aleks.

Sebagai sebuah stasi, Stasi Santo Petrus Bea Nehas merupakan stasi dengan jumlah umat terbanyak kedua setelah Stasi Pusat Nehas Liah Bing, terutama untuk stasi-stasi yang mayoritas masyarakatnya berasal dari Etnik Dayak Wehea.

Sementara untuk pelayanan pastoral di stasi tersebut dibantu oleh para suster dari Kongregasi SSpS (Komunitas Sanctissima Trinitas Nehas Liah Bing) dan biasa melayani disana adalah Suster Louis Maria SSpS yang juga dibantu oleh Pak Aleks.

Dengan semakin membaiknya kondisi sarana jalan menuju stasi tersebut, pelayanan pastoralpun semakin meningkat, karena para suster sudah tidak khawatir lagi walaupun dalam kondisi hujan. Membaiknya sarana prasarana jalan menuju desa tersebut juga atas partisipasi dan bantuan dari PT. Swakarsa Group, sebuah perkebunan kelapa sawit yang beroperasi dalam wilayah adat Desa Bea Nehas, Diak Lay, Dea Beq dan Nehas Liah Bing.

Perkembangan jumlah umat yang semakin meningkat menciptakan sebuah tantangan baru, terutama dari aspek pelayanan pastoral ke stasi tersebut, demikian disampaikan Pak Aleks. Kami melakukan beragam kegiatan bersama umat stasi terutama bagi kelompok anak-anak dan remaja. Umumnya mereka cukup gembira telah dilibatkan dalam berbagai kegiatan paroki, ujar Pak Aleks.

Dimasa depan, tantanganpun tentunya akan semakin besar dalam perkembagan Stasi Santo Petrus, terutama dengan masuknya investasi di sektor pertambangan, dimana saat ini, Desa Bea Nehas menjadi pusat kegiatan dari PT. IndoRAK (MEC Group).

Masuknya investasi, tentunya juga akan menimbulkan beragam dampak, baik dampak positif maupun negatif, demikian seperti disampaikan salah seorang umat stasi. Kami tidak tahu apakah dimasa depan, kampung kami ini masih ada, atau mungkin akan dipindahkan kemana.

Sebuah tantangan besar dimasa depan, yang tentunya harus disikapi segera dengan langkah-langkah strategis untuk menghadapi perubahan-perubahan itu sendiri.

Umat Paroki St. Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing Hijaukan Kung Beang

Menjelang persiapan Misa Penutupan Bulan Rosario pada hari minggu (30/10/11), ratusan umat Katholik di Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing_Wehea_Kutai Timur kan melaksanakan program penanaman pohon di sekitar Kawasan Gua Kung Beang yang akan dilaksanakan pada hari Sabtu (29/10/11).

Pater Thomas, SVD, saat melakukan persiapan awal di Pastoran Paroki Nehas Liah Bing menyampaikan bahwa, kosentrasi untuk penghijauan kawasan akan dilakukan di sisi selatan gugusan Gunung Kung Beang yang masuk dalam kawasan wisata rohani Gua Maria Pengantara Segala Rahmat. Kita akan menghijaukan kembali beberapa kawasan yang sudah terbuka dengan melakukan penanaman pohon, ujar Pater Thomas, SVD.

Senada dengan Pater Thomas, SVD, Siang Geah, salah satu pengurus Dewan Pastoral Paroki (DDP) Santa Maria Ratu Damai menyampaikan bahwa, ada beberapa kegiatan yang akan dilakukan menjelang Perayaan Penutupan Bulan Rosario, diantaranya bhakti lingkungan dengan kegiatan utama adalah penanaman pohon atau penghijauan kembali, serta mempersiapkan lokasi Gua Maria untuk pelaksanaan Misa Penutupan Bulan Rosario.

Kegiatan bhakti lingkungan dan beberapa kegiatan lain tersebut akan melibatkan ratusan umat yang berasal dari beberapa stasi, diantaranya dari Stasi Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Stasi SP-1 dan SP-5 Pantun, dan beberapa stasi lainnya disekitar Pusat Paroki.

Dengan kegiatan bhakti lingkungan tersebut, serta upaya untuk melestarikan kawasan Kung Beang, serta turut mendukung keberadaan Hutan Lindung Wehea di Nehas Liah Bing menunjukan bahwa Gereja Katholik juga secara langsung berperan dan turut berpartisipasi dalam upaya-upaya untuk pelestarian lingkungan.

Sebelas Jam Nehas Liah Bing - Samarinda

Setelah melakukan monitoring kegiatan pembangunan Gereja St. Maria Ratu Damai di Nehas Liah Bing, rombongan Pater Hendrikus Nuwa, SVD, dan Ir. Agus, bersama Pater Thomas, SVD dan Frater Romy Roja, SVD berangkat menuju Samarinda.

Tepat pukul 10.00 wita, rombongan meninggalkan Nehas Liah Bing menuju Samarinda. Perjalanan penuh tantanganpun dimulai. Melalui jalan pintas Desa Diaq Luway, rombonganpun melaju melewati Batu Redi (km-11), Desa Juk Ayak, Kecamatan Telen langsung menuju Long Segar. Tidak ada hambatan berarti dalam perjalanan tersebut, karena rombongan menggunakan kendaraan 4WD. Setibadi Long Segar, perjalanan berganti dengan menggunakan perahu ketinting menuju Desa Batu Ampar.

Dengan kondisi cuaca yang tidak menentu dan mulai turun hujan, tantanganpun mulai dari titik start di Batu Ampar. Dengan menggunakan mobil Kijang (kapsul), perjalanan melalui medan sulitpun dilakukan. Sebenarnya kalau kondisinya panas dan jalanan kering tidak ada masalah, ujar Pater Thomas, SVD.

Benar, perjalanan akhirnya terhenti sebentar diantara Batu Ampar dan Mawai. Karena khawatir mobil masuk jurang, Mas Agus yang menyopiri mobil tersebut secara perlahan mencoba menerobos jalur yang licin. Apa mau dikata, medan yang licin, justru memaksa seluruh anggota rombongan keluar dari mobil untuk mendorong mobil. Kondisi jalanan berlumpurpun seolah menjadi sahabat. Tidak peduli badan dan pakaian penuh lumpur, semua berusaha agar kendaraan bisa segera keluar dari jalur tersebut.

Perjuangan akhirnya tidak sia-sia. Walaupun bercampur lumpur, semuanya puas, kendaraan berhasil keluar dari medan berlumpur, dan kembali melaju menuju Samarinda. Rupanya, tidak hanya satu titik jalan yang rusak, masih terdapat beberapa titik lagi didepannya, dan kenyataan yang ditemui adalah lebih parah dari sebelumnya.

Target awal tiba di Samarinda pada sore hari sepertinya meleset. Ternyata Tuhan punya rencana, Kondisi jalan yang kurang bersahabat, penuh kubangan berlumpur, secara perlahan harus dilewati. Rombongan kembali tertahan ketika secara tidak sengaja, karena jalan yang sangat licin, mobil masuk ke kubangan berlumpur.

Kembali, anggota rombongan harus keluar untuk menjadi "tukang dorong" agar mobil bisa keluar dan kembali bisa meluncur menuju Samarinda. Akhirnya setelah beberapa jam berjuang, rombonganpun kembali dapat melanjutkan perjalanan.

Medan yang sulit, dengan letak stasi yang cukup jauh dari Pusat Paroki (Stasi Batu Ampar dan Mawai), seolah menjadi biasa bagi Pater Thomas, SVD, tetapi tentu tidak bagi anggota rombongan lain. Tetapi inilah kondisi jalanan di Kaltim, sebuah daerah yang kaya raya, tetapi belum bisa memberikan sedikit "kepuasan" bagi masyarakatnya. Kondisi jalan selalu sulit dilalui ketika musim penghujan tiba.

Sore telah menjelang ketika rombongan melewati Desa Mawai. Wah, pasti akan tiba malam di Samarinda. Memang, tidak ada hambatan berarti ketika rombongan keluar dari Mawai. Perjalanan melalui HTI Eks-Sumalindo (Sekarang Smart Group), berlangsung mulus, walaupun pada beberapa titik kondisi jalan cukup licin.

Perjalanan yang penuh tantanganpun akhirnya berakhir. Tepat pukul 23.00 Wita, rombongan akhirnya tiba di Keuskupan Agung Samarinda. Pater Thomas, SVD, dan Frater Romy, SVD, yang ikut dalam rombongan tersebut pada awalnya hendak langsung menuju Tenggarong, tetapi karena terlalu lelah akhirnya memutuskan untuk menginap di Keuskupan dan baru melanjutkan perjalanan menuju Tenggarong untuk mengikuti acara perpisahan Pater Kadek, SVD, dan Pater Thomas Bani, SVD yang akan pindah ke tempat tugas baru......

Semoga Tuhan Memberkati..................

Rabu, 26 Oktober 2011

Komunitas Sanctisima Trinitas Nehas Liah Bing ikuti Pelatihan Komputer



Nehas, Rabu (26/10/11)

Chris Djoka, trainer dari TNC Kaltim
Pelatihan tersebut bertujuan untuk semakin memperdalam kemampuan komputer para Suster SSpS di Komunitas Sanctissima Trinitas Nehas Liah Bing dalam rangka mendukung beberapa program dan kegiatan mereka.
Suster Hermine, SSpS disela-sela pelatihan menyampaikan bahwa mereka sangat membutuhkan pelatihan seperti ini, untuk mengembangkan dan memperdalam kemampuan di bidang komputer. Kami sangat perlu dalam mendukung tugas-tugas kami, ujar Sr. Hermine, SSpS yang juga menjadi pengajar di SMKN 1 Muara Wahau dan SMK Islam HM Kung Beang.
Pelatihan tersebut terlaksana atas kerjasama dengan The Nature Conservancy (TNC) sebuah lembaga nirlaba yang berpusat di Amerika Serikat dan bergerak dalam kegiatan konservasi dan pelestarian lingkungan. Sejak tahun 2005, TNC bekerja di Nehas Liah Bing dan Hutan Lindung Wehea. Sebelumnya dalam sebuah diskusi kecil, Suster Hermine, SSpS menyampaikan permohonan bahwa mereka ingin memperdalam kemampuan komputer, dan hal tersebut langsung ditanggapi oleh pendamping TNC, sehingga disepakati untuk dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
Chris Djoka, pendamping dari The Nature Conservancy yang menjadi trainer dalam pelatihan tersebut menyatakan rasa bangga yang luar biasa karena The Nature Conservancy dapat membantu para suster untuk mengembangkan dan memperdalam kemampuan komputer mereka.
Sr. Louis (kiri) & Sr. Hermin
Ditambahkan Chris, bahwa para suster juga perlu untuk mulai belajar mengenal teknologi informatika, agar pengiriman laporan atau berita-berita tentang aktifitas dapat dilakukan melalui email. Dan ini adalah bentuk tanggung jawab moral kami dalam rangka membantu upaya penguatan kapasitas kepada masyarakat di Nehas Liah Bing, termasuk pada suster di Komunitas Nehas Liah Bing dan keberadaan Pusat Pelatihan Komputer Komunitas Wehea tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang ingin belajar bersama.
Sementara itu, Sr. Louis Maria, SSpS, walaupun telah cukup umur (62 tahun) tetapi sangat antusias mengikuti pelatihan tersebut. Sejak dulu saya ingin memperdalam ilmu komputer, tetapi karena kesibukan, baru dapat terlaksana hari ini, ujar Suster Louis, SSpS.
Diharapkan pelatihan tersebut dapat dilaksanakan secara berkala, terutama pada saat pendamping dari TNC berada di lapangan, tidak hanya kepada para suster, tetapi juga kepada stake holders lain yang membutuhkan. Prinsipnya kita selalu siap membantu selama ada waktu atau di sela-sela kegiatan pokok kita, ujar Chris sebelum menutup kegiatan pelatihan pada hari pertama…………
Semoga Tuhan Memberkati……

Selasa, 25 Oktober 2011

Gereja & Pelestarian Lingkungan


Pengembangan Kawasan Kung Beang Sebagai Tempat Wisata Rohani
Apa hubungan antara gereja dan kegiatan-kegiatan pelestarian lingkungan atau konservasi? Ini adalah sebuah pertanyaan menarik, dalam sebuah diskusi ketika pertama kali, Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing mulai menginisiasi pengembangan kawasan wisata rohani di Kawasan Gunung Kung Beang.
kawasan gunung kung beang_dilihat dari sp-3 pantun
Bagi orang awam, mungkin tidak ada hubungannya, tetapi bagi gereja dan juga sebagian orang yang eksis dalam kegiatan-kegiatan konservasi, hal tersebut memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Mengapa? Dengan mengembangkan kawasan wisata rohani di sisi selatan Gunung Kung Beang, maka secara langsung kawasan hutan tersisa di kawasan tersebut, secara otomatis terlindungi, dan ini adalah sebuah langkah strategis yang nyata dan dilakukan oleh Gereja Katholik di Nehas Liah Bing pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
hutan sekunder muda di kawasan selatan gua kung beang
Pada banyak tempat, terdapat banyak contoh kasus yang dapat dijadikan referensi, dimana para pastor di berbagai tempat bersama umat, secara bahu membahu melakukan penyelamatan kawasan mata air sebagai sumber kehidupan bagi umat manusia dengan penghijauan kembali, atau mendorong masyarakat lokal untuk melindungi kawasan-kawasan tertentu, belum lagi kegiatan-kegiatan penghijauan yang rutin dilakukan bersama umat di kawasan-kawasan wisata rohani dan gua-gua Maria. Juga masih terdapat banyak contoh kasus, dimana para Pastor Katholik turut terlibat aktif dalam perjuangan dan kampanye-kampanye tentang pentingnya upaya pelestarian lingkungan di Indonesia dan berbagai belahan dunia. Hanya, karena ini dilakukan oleh para imam dan umat dengan skup yang besar atau kecil, seringkali tidak terdengar gaungnya, karena tidak adanya publikasi, dan memang, karena gereja tidak mementingkan publikasi, tetapi aksi lansung dan nyata.
Hutan Kung Beang & Gua Maria Pengantara Segala Rahmat
Kembali kepada pengembangan kawasan wisata rohani, pada awalnya adalah membangun mimpi untuk memiliki sebuah tempat khusus bagi umat Katholik sekaligus juga sebagai sebuah tempat ziarah rohani, sehingga melalui kesepakatan bersama antara Gereja Katholik di Nehas Liah Bing melalui Pater Remigius Ukat, SVD (alm) bersama seluruh elemen dari masyarakat adat Wehea di 6 desa komunitas Wehea pada tahun 2008, yang selanjutnya direalisasikan melalui sebuah acara penyerahan lahan secara adat dalam tradisi Masyarakat Adat Wehea dan menghibahkan kawasan Gua Kung Beang yang terletak disisi selatan gugus Gunung Kung Beang seluas kurang lebih 50 hektar.
Hal strategis lainnya adalah bahwa ternyata kawasan tersebut dimana terdapat sebuah gua besar masih memiliki hutan (sekunder muda) yang cukup baik untuk ditata kembali, kemudian dikelola sebagai tempat ziarah dan kawasan wisata rohani.
Kembali kepada pertanyaan awal, apa hubungan antara gereja dan pelestarian terjawab dengan sendirinya, karena dengan telah ditetapkan dan diresmikannya kawasan Gua Maria Pengantara Segala Rahmat Kung Beang, maka secara otomatis kawasan hutan disekitarnya juga terlindungi dengan sendirinya, dan kawasan hutannya dapat terus terjada kelestariannya.
Semoga Tuhan Memberkati...........

Gereja & Lingkungan

Pusat Paroki Santa Maria Ratu Damai terletak di Desa Nehas Liah Bing_Wehea_Kutai Timur_Kaltim_Indonesia, juga merupakan pusat dari koordinasi dalam Pengelolaan Hutan Lindung Wehea.

Keberadaan Hutan Lindung Wehea seluas 38.000 hektar, pada saat ini sudah sangat dikenal, baik di tingkat lokal, regional, nasional, bahkan internasional. Banyak peneliti (lokal & asing) maupun wisatawan asing yang telah menginjakan kakinya di Hutan Lindung Wehea, mencoba merasakan dan menikmati pesona hutan tropis Kalimantan.

Menilik keberadaan kawasan konservasi tersebut, dan juga terkait dengan issue-issue lingkungan yang juga menjadi perhatian gereja, sejak awal penetapan secara adat, Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, melalui Pater Remigius Ukat, SVD (alm), menyampaikan sangat mendukung keberadaan kawasan tersebut, karena merupakan kawasan penyanggah bagi Sungai Wehea dan menjadi sumber air dari 3 sub DAS Wehea, diantaranya Sungai Melnyiu, Skung & Metgueen. Ketiga sungai tersebut bermuara langsung ke Sungai Wehea.

Ini sangat penting, karena juga akan menjadi penyangga bagi umat manusia, dan menjadi sumber air utama bagi masyarakat yang wilayahnya dilalui alur sungai tersebut dan secara prinsip, gereja sangat mendukung keberadaan Hutan Lindung Wehea sebagai upaya langsung terhadap pelestarian hutan dan lingkungan di wilayah ini. Oleh karena itu, sudah tentu, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat adat Wehea yang bekerjasama dengan sebuah lembaga konservasi The Nature Conservasi serta Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, juga perlu mendapatkan dukungan dari pemerintah, baik pemerintah provinsi, maupun pemerintah pusat, demikian ungkap Pater Remigius Ukat, SVD, pada sebuah obrolan di awal tahun 2006.

Kini, keberadaan Hutan Lindung Wehea sudah sangat dikenal, dan seringkali, para tamu yang mengunjungi Paroki Santa Maria Ratu Damai juga berkeinginan untuk melihat langsung pesona Hutan Tropis Wehea yang sangat kaya akan keanekaragaman hayatinya. Save Our Forest, Save Our Planet....

Semoga Tuhan Memberkati.......

Senin, 24 Oktober 2011

Provinsial SVD Lakukan Penanaman Pohon


Dalam mendukung gerakan bumi hijau, dan sekaligus mendukung Program Green Kaltim, para Pastor dari ordo SVD bersama dengan Provinsial SVD Jawa yang berkunjung ke Paroki St. Maria Ratu Damai dan Paroki Long Bentuk serta beberapa paroki lainnya melakukan penanaman pohon tanaman kehutanan.
Pater Thomas Sudarmoko, SVD, menyampaikan bahwa Gereja Katholik sangat respect pada upaya-upaya pelestarian lingkungan yang telah dilakukan oleh para pihak di berbagai belahan bumi. Oleh karena itu, bersamaan dengan kunjungan Provinsial SVD Jawa ke beberapa Paroki dibawah Misi SVD di Kalimantan mengagendakan program penanaman pohon pada semua paroki yang dikunjungi.
Sebagai contoh nyata, saat ini, Gereja Katholik khususnya di Paroki St. Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing juga turut melakukan perlindungan kawasan hutan yang terletak di wilayah Gua Maria Pengantara Segala Rahmat Kung Beang. Kita harapkan, hutan disana tetap terjaga, sehingga dapat menjadi sebuah tempat ideal bagi seluruh umat, atau siapapun yang ingin berkunjung ke Gua Maria tersebut.
Sumber bibit kehutanan dalam kegiatan penanaman tersebut diperoleh dari sumbangan Kelompok Letap Hiq di Desa Nehas Liah Bing, yang sedang mengembangkan Kebun Bibit Rakyat (KBR) bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Kutai Timur.
Tidak lupa, disampaikan Pater Thomas, SVD, bahwa gereja juga mendorong umat untuk melakukan upaya penghijauan pada lahan-lahan kritis, terutama yang dekat dekat sumber mata air dan lain-lain.
Sebagai contoh bahwa, di Desa Long Bentuk, paroki setempat bersama dengan Pemerintah Desa yang didampingi oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat, terus berjuang untuk mendorong keberadaan hutan desa disana, karena terdapat beberapa sumber mata air penting yang harus dan wajib diselamatkan, ukat Pter Thomas, SVD.
Bumi yang semakin tua, tentunya membutuhkan bantuan kita sebagai umat beriman, untuk secara bersama-sama menjaganya dan mencoba dengan berbagai upaya untuk memeliharanya. Kiranya gerakan kecil ini hendaknya dapat menjadi sebuah gerakan moral bersama sebagai upaya langsung dari kita semua untuk upaya-upaya melestarikan lingkungan.
Semoga Tuhan Memberkati…………..

Karya Para Suster SSpS di Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing


P. Remy (duduk) bersama umat SP-5 wahau
 Diawali dari sebuah mimpi, untuk mendukung karya sosial gereja di wilayah paroki, diperlukan sumberdaya lain, selain para pihak yang telah ada sebelumnya. Demikian diungkapkan oleh Alm. Pater Remigius Ukat, SVD, suatu ketika di tahun 2006.
Mengapa ? Hal ini dikarenakan wilayah paroki yang cukup luas dan mencakup 4 kecamatan yang terdiri dari 15 stasi dan beberapa rencana stasi lainnya, membuat pelayanan karya pastoral menjadi sangat terbatas, ukar Alm. P. Remigius Ukat, SVD.
Hal paling memungkinkan adalah dengan menjajagi kemungkinan masuknya sebuah kongregasi (suster) untuk turut terlibat dan mendukung karya pastoral di wilayah paroki.
mengajukan usulan kepada Bapa Uskup Keuskupan Agung Samarinda yang seterusnya dilanjutkan ke Kongregasi SSpS Provinsial Kalimantan yang berpusat di Palangkaraya, dan oleh ProvKal, usulan disampaikan ke Pusat Kongregasi SSpS yang berpusat di Roma, Italia.
Berbagai upaya yang dilakukan, akhirnya berbuah manis, ketika Kongregasi SSpS Provinsial Kalimantan, mengutus beberapa orang suster untuk menjajagi kemungkinan dibukanya komunitas baru di Paroki St. Maria Ratu Damai.
Sr. Hermine (paling kiri-putih) & Sr. Louis (putih)
Kedatangan utusan Kongregasi SSpS secara berkala sejak tahun 2008 hingga 2009, untuk menjajagi dibukanya komunitas SSpS di wilayah ini akhirnya terjawab, seiring keluarnya keputusan pembentukan Komunitas SSpS Sanctisima Trinitas di Nehas Liah Bing yang juga merupakan pusat paroki.
Akhirnya, pada tanggal 30 Mei 2009, Komunitas Suster SSpS Sanctisima Trinitas secara resmi dibuka di Nehas Liah Bing melalui Perayaan Misa yang dihadiri hampir seribuan umat dan Perayaan Misa langsung dipimpin oleh Uskup Agung Samarinda, Mgr. Sului Florentinus, MSF, dan didampingi juga oleh beberapa orang pastor, al : Pater Alo Baha, SVD (Tenggarong) dan Pater Yonas (Palangkaraya).
Hadir kala itu, para Suster SSpS dari Palangkaraya dan Tenggarong sebanyak 8 orang. Sukacita mendalam tentunya bagi Paroki Santa Maria Ratu Damai, karena dari sebelumnya hanya berupa mimpi, telah menjadi kenyataan, dan yang paling utama adalah bahwa doa-doa agar para suster dapat berkarya di paroki telah terjawab.
Sr. Reneldis (kiri) & Pastor Yonas & rekan suster
Puji Tuhan, dengan dibukanya secara resmi komunitas SSpS di Nehas Liah Bing, ditempatkan pula 3 orang suster untuk melaksanakan misi pertama (2209), yaitu Suster Louis Maria, SSpS, Suster Venny, SSpS (telah pindah), dan Suster Reneldis, SSpS, yang selanjutnya pada akhir 2009, kembali mendapatkan suntikan tenaga baru, yaitu Suster Bernadeta, SSpS (telah pindah), kemudian di tahun 2010, kembali kedatangan 2 orang suster, yaitu Suster Angela, SSpS (telah pindah), serta Suster Hermine, SSpS.
Berbagai karya sosial dan pastoral sebagai inti dan kegiatan utama langsung dilaksanakan pasca pembukaan dan peresmian komunitas SSpS di Nehas Liah Bing. Selain itu, untuk memenuhi dahaga para siswa akan keberadaan para pengajar Agama Katholik di beberapa sekolah yang ada di sekitar Muara Wehea & Kung Beang, para suster juga bergerak di sektor pendidikan dengan menjadi pengajar agama, diantaranya di SMK Islam HM (Kung Beang), SMKN I Muara Wehea, dan SMPN I Kung Beang, yang dilakukan oleh Suster Reneldis, SSpS dan Suster Hermine, SSpS.
Harapan untuk menjangkau sekolah-sekolah lainnya, khususnya di SMPN I dan SMUN I Muara Wehea hingga saat ini masih terkendala dan belum terlaksana dengan alasan yang tidak jelas, walaupun upaya untuk mendadakan pengajar Agama Katholik telah pula diinisiasi oleh Pater Remigius Ukat, SVD (alm). Menurut bebapa umat Katholik, ketiadaan pengajar Agama Katholik di 2 sekolah tersebut diatas lebih disebabkan oleh kebijakan internal sekolah (bukan oleh Diknas Kutai Timur), yang ‘sengaja tidak mau’ karena mereka beranggapan bahwa pendidikan agama (Protestan & Katholik) adalah sama dan satu. Pemikiran semacam ini adalah sebuah pemikiran yang salah dan tidak bertanggungjawab, dan seolah-oleh tidak mengakui keberadaan para siswa Katholik di 2 sekolah tersebut.
Kembali kepada pelayanan sosial dan pastoral oleh para Suster SSpS di Nehas Liah Bing, pada periode April 2011, komunitas kembali kedatangan ”tamu” suster lainnya, yaitu Suster Yustin, SSpS (membantu karya pastoral di pusat paroki selama 5 bulan) sebelum melanjutkan tugas di wilayah mis (komunitas) baru di Mensalong, ibukota Kecamatan Lumbis, Kabupaten Nunukan.
Kini, karya pastoral oleh para Suster SSpS Komunitas Sanctisima Trinitas terus berkembang, walaupun pada saat ini, masih menyewa sebuah bangunan (rumah warga) sebagai Pusat Biara SSpS.
Suster-Suster SSpS di Prov_Kal.
Sementara itu, untuk mendukung karya-karya pastoral di masa depan, sebuah langkah strategis lainnya diambil, yaitu bersama pastor paroki sebelumnya (P. Remigius Ukat, SVD) membeli sebidang tanah seluas 2 hektar untuk menjadi tempat dan pusat kegiatan SSpS di Nehas Liah Bing yang letaknya tidak jauh dari pusat paroki, dan sebagiannya kini telah dikembangkan komoditas tanaman karet.
Pada lahan SSpS tersebut telah direncanakan untuk dibangun pusat biara SSpS di Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, termasuk beberapa sarana pendukung lainnya untuk karya di bidang pendidikan, yaitu Play Group dan Taman Kanak-Kanak.
Semoga karya sosial dan pelayanan pastoral sebagai kegiatan inti para Suster SSpS di Nehas Liah Bing dapat terus berkembang, yang sekaligus menjadi bagian dalam pewartaan Kasih Kristus di wilayah Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing dan sekitarnya.
Semoga Tuhan Memberkati…………………….

Sebaran Umat Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing

Bagian Kedua
Pada bagian pertama, telah dijelaskan sebaran umat pada stasi-stasi yang letaknya jauh dari pusat paroki, diantaranya adalah Stasi Mawai, Batu Ampar dan Long Segar, dari total 15 stasi yang ada dalam wilayah Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing yang meliputi 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Muara Wehea di Pusat Paroki, Kecamatan Kung Beang, Kecamatan Telen dan Kecamatan Batu Ampar.
Sebaran stasi dengan jarak tempuh yang jauh terkadang cukup menyulitkan bagi pastor paroki untuk melakukan pelayanan, terutama pada saat musim hujan, karena kondisi infrastruktur jalan yang sangat buruk, terutama di Kecamatan Batu Ampar yang harus melalui jalan HPH PT. Kiani Lestari.
Sementara untuk stasi-stasi yang dekat dengan pusat paroki, tidak terlalu bermasalah, karena rata-rata telah memiliki akses jalan yang “cukup” baik.
Berikut adalah gambaran beberapa stasi dalam wilayah Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing:
1.      Stasi Nehas Liah Bing
Merupakan stasi yang terletak di pusat paroki dan tersebar di 5 RT di kampung induk Nehas Liah Bing. Mayoritas umat merupakan komunitas masyarakat adat Wehea, ditambah dengan sedikit masyarakat dari etnis Timur & Jawa.
Perkembangan umat di stasi tersebut memiliki sejarah cukup panjang yang dimulai pada akhir dekade 60-an, dimana mulai disentuh pelayanan dari pusat paroki yang berada di Tenggarong.
Pada perkembangan selanjutnya, sesuai dengan keputusan pengembangan paroki di Desa Long Segar, sebelum Nehas Liah Bing menjadi pusat paroki, pelayanan pastoral dilakukan dari pusat paroki.
Dengan semakin berkembangnya wilayah pedalaman, terutama seiring dengan semakin membaiknya infrastruktur pendukung terutama jalan, dan lain-lain, diputuskan bahwa pusat paroki dipindahkan dari Long Segar ke Nehas Liah Bing, sehingga dari sebelumnya merupakan stasi, kemudian berkembang menjadi pusat paroki.
Mayoritas umat di stasi Nehas Liah Bing umumnya bermatapencaharian sebagai petani dengan komoditas yang dikembangkan adalah kelapa sawit dan pada 3 tahun terakhir juga mengembangkan tanaman karet, dan sedikit umat yang bekerja di perusahaan serta sebagai guru.
 2.      Stasi Dea Beq
Berjarak sekitar 4 km dari pusat paroki, dan akses jalan dari dan menuju ke stasi tersebut sudah cukup baik. Semakin membaiknya aksesibilitas jalan tersebut karena didukung oleh sektor swasta yang ada di sekitar desa, diantaranya adalah PT. Narkata Rimba (HPH) dan PT. Swakarsa Group (Kelapa Sawit).
Sejak tahun 2007, terdapat ijin kuasa pertambangan yang juga meliputi wilayah stasi tersebut, yaitu PT. Tekno Orbit Persada seluas 12.100 ha, yang kemudian berpindah managemen ke PT. IndoRAK (MEC Group).
Sama halnya dengan Stasi Nehas Liah Bing, Long Wehea dan Diaq Leway, mayoritas umat di stasi Dea Beq berasal dari etnis Dayak Wehea. Pendampingan dan karya pastoral di wilayah stasi tersebut dibantu oleh para Suster SSpS yang berpusat di Nehas Liah Bing.
Terdapat sebuah gereja stasi (kapela) di stasi tersebut yang dibangun pada tahun 2008/2009 dan saat ini (2011). Peresmian gereja stasi tersebut dilakukan oleh Bapak Uskup Agung Samarinda (Mgr. Sului Florentinus, MSF).
Perkembangan kegiatan kerohanian juga mulai berjalan baik, termasuk proses pengkaderan yang dilakukan oleh para Suster SSpS, serta kelompok doa ibu-ibu.
Tantangan terbesar dalam pengembangan kegiatan pastoral di wilayah komunitas Wehea adalah membangun keterlibatan seluruh umat, baik laki-laki maupun perempuan.
Sedangkan mayoritas umat di stasi tersebut bermatapencaharian sebagai petani, dengan komoditas utama yang dikembangkan adalah kelapa sawit (kebun rakyat).
3.      Stasi Diak Lay
Terdapat seorang katekis yang bertugas di stasi tersebut, dibantu oleh seorang pengurus dewan stasi yang cukup aktif mendukung kegiatan kaum muda paroki.
Mayoritas umat bermatapencaharian sebagai petani, serta menganut sistem pertanian subsisten, tetapi seperti pada stasi-stasi yang merupakan masyarakat adat, pada beberapa tahun terakhir juga mulai melaksanakan sistem pertanian intensif dan menetap dengan komoditas tanaman yang dikembangkan adalah kelapa sawit.
Seperti halnya pada stasi-stasi lainnya di wilayah Wehea, tantangan terbesar dalam karya pastoral di stasi tersebut adalah melibatkan seluruh komponen serta stake holders yang ada terutama pelibatan laki-laki dan perempuan dalam seluruh kegiatan menggereja.
4.      Stasi Bea Nehas
Dilayani oleh para Suster SSpS, stasi tersebut merupakan pusat perusahaan yang memegang ijin kuasa pertambangan, yaitu PT. IndoRAK (MEC Group) yang juga meliputi 2 wilayah stasi lainnya (Diak Lay & Dea Beq).
Sebelum diambil alih oleh para suster, pelayanan pastoral dilakukan seorang katekis yang juga sebagai guru agama dan secara berkala mendapatkan pelayanan dari Pastor Paroki.
Mayoritas umat bermatapencaharian sebagai petani (kelapa sawit) dan seiring perkembangan, mulai banyak kelompok masyarakat (umat) yang bermitra dengan perusahaan sekitar (PT. Swakarsa Group) dalam melakukan beberapa kegiatan/pekerjaan di perusahaan tersebut.
(bersambung…………)

Pembangunan Gereja Santa Maria Ratu Damai_Nehas Liah Bing_Wehea_Indonesia

Pembangunan Gereja Katholik St. Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing_Wehea_Kutai Timur_Kalimantan Timur_Indonesia mendapat perhatian yang sangat besar dari Keuskupan Agung Samarinda.
Pembangunan gereja tersebut dilaksanakan oleh kontraktor pelaksana yang telah berpengalaman selama lebih dari 30 tahun, dan untuk pembangunan gereja, telah membangun sebanyak 7 gereja, beberapa diantaranya di Pulai Bali (gereja yang terletak di dekat kawasan Pantai Kuta) dan Kapel Khusus di Kota Reinha Rosari - Larantuka.
Pembangunan gereja paroki yang telah lama tertunda, telah memberikan tantangan tersendiri bagi Pater Thomas Sudarmoko, SVD, yang meneruskan karya pastoral dari pastor paroki sebelumnya, Almarhum Pater Remigius Ukat, SVD.
Dukungan umat melalu penggalangan dana tentulah tidak cukup, sehingga akhirnya, melalui beberapa pertemuan yang intensif, didapatkanlah dukungan pendanaan dari para donatur. 
Pater Thomas, SVD, dalam beberapa diskusi menyampaikan bahwa ini adalah Berkat dari Tuhan, karena kita mendapatkan dukungan dari para donatur. 
Oleh karena itu, Pater Thomas, SVD, dalam beberapa kesempatan, juga menyerukan perlunya melipatgandakan dukungan dari seluruh umat dalam Paroki St. Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, agar semua rencana pembangunan gereja dapat berjalan lancar, termasuk agar umat mempersembahkan satu intensi khusus selama Bulan Rosario untuk kelancaran pembangunan gereja paroki.
Sesuai dengan kesepakatan yang telah ditandatangani oleh Pater Thomas, SVD, dan para donatur, diharapkan pembangunan Gereja Paroki dapat selesai pada periode Juli 2012, dan minimal sudah mulai dapat digunakan pada saat Perayaan Paskah pada April 2011.
Agar target tersebut tidak berubah dan meleset, diharapkan dukungan dan doa dari seluruh umat, sehingga semua yang telah direncanakan dapat tercapai.
Oleh karena itu, Bapak Uskup Agung Samarinda mengutus secara khusus Pater Hendrikus Nuwa, SVD, bersama Ir. Agus (arsitek keuskupan) untuk datang melihat secara langsung perkembangan pembangunan gereja serta mendiskusikan beberapa rekomendasi yang telah dihasilkan dalam Rapat Dewan Konsultores Keuskupan Agung Samarinda tanggal 18 Oktober 2011.

Dari rekomendasi-rekomendasi tersebut, dan sesuai dengan hasil pertemuan antara Pastor Paroki St. MRD dan Pater Hendrik, SVD serta Ir. Agus bersama dengan pihak pelaksana pembangunan, disepakati bahwa rekomendasi-rekomendasi yang ada tersebut akan disampaikan ke kantor pusat pelaksana pekerjaan (PT. IMESCO-Jakarta) juga kepada para donatur sebagai penyandang dana.

Disamping itu, juga diharapkan dapat dilaksanakan pertemuan tripartit, antara pihak Keuskupan Agung Jakarta, pelaksana pembangunan gereja, serta para donatur dan pertemuannya dapat dilangsungkan di Samarinda atau di Jakarta. 

Untuk rencana pertemuan tersebut, Pater Hendrik, SVD, menyampaikan akan berkoordinasi dengan Uskup Agung Samarinda (Mgr. Sului Florentinus, MSF) karena beliau akan mengikuti Sidang KWI di Jakarta. Pertemuan dapat diatur sebelum atau sesudah Sidang KWI, demikian disampaikan Pater Hendrik.

Tentunya kita semua berharap, agar apa yang telah direncanakan tersebut dapat berlangsung lancar, sehingga pembangunan yang telah dimulai tersebut dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan...

Semoga Tuhan memberkati.............


Pater Hendrikus Nuwa, SVD, Kunjungi Nehas Liah Bin (bagian-2-habis)

Senin, 24/10/11)

P. Hendrikus Nuwa, SVD (tengah)
 Untuk kedua kalinya, Pater Hendrikus Nuwa, SVD, mengunjungi Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing selama periode Oktober 2011.

Pada kunjungan pertama beliau, selain melakukan monitoring perkembangan kegiatan paroki, juga bertujuan untuk bergabung bersama umat Katholik se-paroki dalam Misa Pembukaan Perayaan Bulan Maria di Gua Maria Pengantara Segala Rahmat Kung Beang.

Sementara kedatangannya kali ini (23/10/11) adalah sebagai tindak lanjut dari hasil pertemuan Dewan Konsultores Keuskupan Agung Samarinda pada tanggal 18 Oktober 2011, yang salah satu agendanya adalah pembahasan tentang perkembangan pembangunan Gereja Katholik Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing.

Diskusi Lapang dengan Kont. Pelaksana
Oleh karena itu, walaupun kunjungannya sangat singkat, diharapkan dapat memberikan beberapa rekomendasi untuk yang dianggap penting dalam rangka kelanjutan pembangunan gereja paroki yang baru.
Sebenarnya yang akan datang adalah yang mulia Bapak Uskup Agung Samarinda untuk melihat langsung kegiatan pembangunan, tetapi karena beliau berhalangan, sehingga Pater Hendrik, SVD menggantikan beliau.

Setiba di pusat paroki pada pukul 22.30 wita, dilakukan diskusi singkat dengan Pastor Paroki mengenai perkembangan pembangunan gereja terutama terkait dengan beberapa point penting dari hasil pertemuan Dewan Konsultores KASRI.

Diskusi Lapang
Karena waktu kunjungan yang sangat singkat, pada pagi hari (24/10/11) Pater Hendrik, SVD didamping Pater Thomas, SVD, serta Ir. Agus yang juga merupakan arsitek KASRI langsung menuju lokasi pembangunan gereja baru yang terletak dibagian hulu kampung Nehas Liah Bing, untuk melihat secara langsung perkembangan kegiatan pembangunan.

Diskusi
Dalam kunjungan tersebut disampaikan juga kepada kontraktor pelaksana terkait dengan beberapa rekomendasi Pertemuan Dewan Konsultores, yang diwakili Bapak Basuki dan Hartono serta dua staff kontraktor lainnya, dan diharapkan agar segera juga berkoordinasi dengan kantor pusat mereka termasuk dengan pada donatur selaku penyumbang dana pembangunan gereja.

Walaupun singkat, tetapi kunjungan tersebut memberi arti lain, dimana hal tersebut menunjukan perhatian yang sangat besar dari KASRI kepada Paroki St. Maria Ratu Damai dalam melanjutkan karya dan pelayanan gereja di wilayah ini.

Semoga Tuhan Memberkati

Minggu, 23 Oktober 2011

Pater Hendrikus Nuwa, SVD, kunjungi Nehas Liah Bing


Minggu, 23 Oktober 2011
(Bagian-1)
Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing kembali mendapatkan kehormatan dikunjungi perwakilan Keuskupan Agung Samarinda (KASRI).
Kali ini, Pater Hendrikus Nuwa, SVD, untuk kedua kalinya kembali datang dalam rangka beberapa urusan yang terkait dengan paroki.
Kedatangan pertamanya adalah pada saat pembukaan Bulan Rosario di Gua Kung Beang, dan kedatangan kedua pada bulan yang sama ini terkait dengan rencana pembangunan gereja paroki yang baru.
Menurut Pater Thomas Sudarmoko, SVD, Bapak Uskup Agung Samarinda, Mgr. Florentinus Sului, MSF, sangat berkeinginan untuk mengunjungi Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, sekaligus melihat secara langsung proses dan perkembangan pembangunan gereja baru. Tetapi karena beliau berhalangan, maka Pater Hendrik, SVD, datang untuk mewakili beliau, ujar Pater Thomas, SVD.
Pater Hendrikus Nuwa, SVD, direncanakan berangkat dari Samarinda pada minggu (23/10/11) melalui Batu Ampar dan mampir di Long Segar sekaligus mengunjungi stasi tersebut , kemudian melanjutkan perjalanan ke Nehas Liah Bing. Dijadwalkan, paling lambat minggu (23/10/11) malam, Pater Hendrik, SVD, telah tiba di Paroki St. Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing.

Pertemuan KOMKA Paroki St. Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing


Minggu (23/10/11)
suasana pertemuan komka paroki....
Pada sabtu malam (22/10/11) dilaksanakan pertemuan anggota KOMKA yang dilaksanakan di Pastoran Paroki St. Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing.
Pertemuan tersebut difasilitasi oleh Frater Rommy Rodja, SVD, selaku frater moderator, dan didampingi oleh pengurus Stasi Diak Lay, Bapak Musa Ba.
Pertemuan tersebut melibatkan seluruh anggota KOMKA yang tersebar di beberapa stasi yang dekat dengan pusat paroki, diantaranya dari Nehas Liah Bing, Dea Beq, Diak Lay dan Bea Nehas, serta dari Long Wehea dan Diaq Leway.
Seluruh anggota KOMKA menyepakati beberapa langkah tindak lanjut dari Pekan KOMKA tahun 2010 di Diak Lay serta Kegiatan Camping Rohani di Gua Maria Pengantara Segala Rahmat Kung Beang, diantaranya adalah pertemuan rutin yang akan dilaksanakan setiap hari sabtu malam, kunjungan ke stasi-stasi yang terletak di desa-desa eks trans, serta kemungkinan beberapa stasi yang jauh dari pusat paroki (doa bersama, kegiatan bhakti sosial dan lingkungan, sharing, dll), demikian disampaikan Musa Ba.
Sementara itu, Frater Rommy, SVD menyampaikan, tantangan besar bagi generasi muda Katholik saat ini adalah bagaimana menyatukan langkah untuk dapat bersama-sama dalam mendukung pelayanan dan karya sosial gereja serta menyampaikan pesan-pesan Kristus untuk perdamaian.
Dengan disepakatinya beberapa langkah tindak lanjut diatas, diharapkan dapat memberikan nuansa dan warna baru dalam ragam kegiatan yang dilaksanakan dan diikuti oleh seluruh anggota KOMKA. Semoga Tuhan memberkati…………..

Pelantikan Pengurus Stasi Santa Getrudis – PT. Swakarsa Group


Minggu, 23/10/11

ketua stasi (verda yuven) ucapkan janji
Setelah mengalami penundaan selama hampir tiga setengah tahun, akhirnya para pengurus baru Stasi Santa Getrudis Swakarsa dilantik.
Pelantikan pengurus Stasi Santa Getrudis Swakarsa tersebut dilaksanakan bersamaan dengan perayaan Misa Kudus tanggal 23 Oktober 2011 oleh Pater Thomas Sudarmoko, SVD dan dihadiri oleh ratusan umat yang memadati Gereja Oikumene di PT. Swakarsa Group bahkan hingga di luar gereja.
umat stasi
Pak Ber yang menjabat Ketua Stasi sebelumnya, dalam pembacaan Surat Keputusan Pastor Paroki tentang Penetapan Pengurus Stasi Santa Getrudis PT. Swakarsa menyampaikan bahwa ini adalah sebuah penantian yang sangat panjang. Pengurus stasi yang lama bahkan bertugas hingga sembilan setengah tahun, apabila kita mulai menghitungnya dari pelayanan pastoral pertama pada tahun 2003.
Sebelum proses pelantikan, telah dipilih beberapa orang pengurus inti serta seksi-seksi yang bertugas untuk mengemban tugas dan mendukung karya pelayanan pastoral di stasi tersebut. Terpilih sebagai ketua stasi adalah Bapak Verda Yoven Manik menggantikan Bapak Ber sebagai ketua stasi sebelumnya.
pak ber; membacakan susunan pengurus baru
Sementara itu, Pater Thomas, SVD, dalam khotbahnya juga menyentuh pentingnya penyegaran bagi para pengurus. Proses pergantian pengurus bahkan memakan waktu yang sangat panjang, bahkan sejak Alm. Pater Remigius Ukat, SVD. Pater Thomas berharap, kiranya dengan pelantikan pengurus baru, agar dapat bekerja lebih keras dalam mengkoordinasikan semua kegiatan pelayanan pastoral di stasi tersebut.
Ditambahkan Pater Thomas, karena Stasi Santa Getrudis berada dalam wilayah PT. Swakarsa Group, kiranya para pengurus juga melakukan koordinasi dengan perusahaan agar tetap terjalin hubungan yang harmonis dan telah terbangun selama ini.
Keberadaan dan pelayanan pastoran di Stasi Santa Getrudis PT. Swakarsa Group dimulai pada tahun 2003 melalui ibadat pertama yang dipimpin oleh Pater Remigius Ukat, SVD.
acara ramah tamah di rumah pak ber
Pak Ber, dalam penjelasannya mengatakan bahwa jumlah umat di stasi ini awalnya hanya empat keluarga, tetapi berkembang cukup baik, dan saat ini yang terdata sebanyak 350 jiwa. Sebenarnya masih banyak umat Katholik yang belum terdata dan tersebar di afdeling-afdeling serta pabrik, dan ini merupakan tantangan bagi para pengurus baru untuk dapat melaksanakan inventarisir kumlah umat sekaligus memperbaharui data umat yang ada di Stasi Santa Getrudis, ujar Pak Ber.
Setelah selesainya perayaan Misa Kudus dan pelantikan pengurus baru, dilaksanakan acara ramah tamah di rumah Pak Ber yang teletak tidak jauh dari gereja yang sekaligus sebagai wahana untuk semakin mempererat jalinan persaudaraan antar umat.
Dengan telah terpilih dan dilantiknya para pengurus stasi yang baru, semoga semakin memacu semangat untuk melakukan pelayanan dan karya sosial gereja di stasi tersebut, semoga Tuhan memberkati..........