Sabtu, 24 Mei 2014

WEHEA, Sebuah Tantangan dalam mengejar Ketertinggalan SDM...

Sebuah Catatan Tentang Suku Dayak WEHEA
Sabtu (24/05/14)

Menyebut WEHEA pada sekian tahun lampau tentulah terasa sangat asing. Nama apa lagi ini? Apakah ini sebuah komunitas baru yang karena situasi tertentu kemudian dimunculkan, atau sebenarnya memang benar-benar telah ada sejak perpuluh tahun atau telah ada sejak berabad lampau.

WEHEA, sebuah nama yang sangat asing yang kemudian muncul ke permukaan, mengapung setelah lama tenggelam atau terbenam ke dasar informasi sehingga tidak pernah muncul atau diketahui public.

Mengingat WEHEA tentunya tidaklah sulit, sebuah nama dari sebuah komunitas masyarakat hukum adat yang masih ada dan hidup ditengah masyarakat yang saat ini semakin homogeny, hanya lima huruf dan tentunya yang luar biasa adalah setelah lama tenggelam, nama itu begitu semarak disebutkan dalam beberapa tahun terakhir.

Disebut karena kearifan tradisional yang mereka miliki dalam beragam aturan-aturan adatnya, dalam ragam ritualnya yang menarik dan exotis dan juga diingat karena ketertinggalan yang dialami mereka.

Mengutip barisan terakhir pada kalimat diatas, sebuah Tanya patut dialamatkan kepada seluruh masyarakat hukum adat WEHEA mengapa mereka tertinggal? Mengapa? Dan Mengapa?

WEHEA, nama itu kini tidak asing lagi. Sebuah sejarah baru ditegakan, bersamaan dengan pendeklarasian secara adat melalui sebuah ritual suci dalam sebuah sumpah adat yang dilaksanakan ditengah rimba yang akhirnya dinamai dengan nama suku mereka, telah membuka tabir hidup dalam sebuah balutan kearifan yang lama tersimpan, bahwa mereka sebenarnya lekat dengan wilayah ini, lekat dengan segala kekayaan yang tersimpan didalamnya, lekat dengan masa lalu dan satu hal yang menjadi ironi dari kesemuanya itu adalah lekat dengan ketertinggalan.

Menyebut WEHEA, benar bahwa mereka erat dengan ketertinggalan dalam beragam aspek kehidupan. Ketertinggalan dalam hal ini perlu ditegaskan bukan karena kesetiaan mereka akan tradisi warisan leluhur mereka dengan ragam kekayaan tradisi serta kearifan tradisional yang mereka miliki, yang coba diungkap disini adalah ketertinggalan mereka akan beragam aspek dan salah satu hal penting yang perlu kami tekankan disini adalah aspek sumberdaya manusia.

Mengapa aspek ini menjadi penting? SDM bak musuh yang terus menghantui setiap insan WEHEA, sejak masa lalu, saat ini dan dimasa depan. Mengapa? Karena membandingkan masyarakat hukum adat WEHEA dengan beragam masyarakat lainnya di wilayah ini, dalam wilayah komunal (wilayah adat) mereka yang tersebar mulai dari wilayah perbatasan dengan Kampung Merapun di Kabupaten Berau hingga ke wilayah KEHAM yang berbatasan dengan Batu Ampar di bagian hilir, membandingkannya dan kita menemukan sebuah fakta menyedihkan bagaikan bumi dengan langit.

Kembali mengungkap fakta, mengapa hal tersebut dapat terjadi? Beberapa sumber lisan mengungkap bahwa terdapat sebuah scenario besar yang memang menginginkan hal tersebut terjadi. Alam mereka boleh kaya, tetapi SDM mereka jangan sampai luar biasa, agar mudah untuk ditundukan. Itulah ungkapan yang pernah didapatkan dan melihat hal tersebut kita perlu berbalik pada periode kelam disekitar dekade 1970-an.

Saat awal masuknya investasi di wilayah tersebut, tepatnya saat beroperasinya PT. AVDECO, sebuah perusahaan perkayuan (HPH), mereka hanya dimasukan pada kelas pekerja khusus untuk mengupas kulit kayu. Tidak lebih dan tidak kurang. Pada perjalanan selanjutnya, sedikit naik kelas, mulai ada warga WEHEA yang akhirnya menjadi tenaga administrasi dan lain-lain. Mengapa ini terjadi? Seorang mantan pekerja pada tahun 1980-an menuturkan bahwa pada saat itu sangat sulit untuk mencari orang-orang Dayak WEHEA yang sekolah tinggi, yah, minimal lulus SMP atau SMA., sehingga akhirnya perusahaan lebih cenderung menerima warga lainnya, baik lokal maupun dari luar daerah yang bukan WEHEA.

Menilik kembali sebuah cerita lama, dimana seorang pejabat secara “kasar” dilengserkan dari jabatannya karena nekad untuk membangun sekolah pada wilayah-wilayah komunitas termasuk desa-desa dalam komunitas WEHEA. Sebuah tragedi itu terjadi pada awal dekade 1980-an yang akhirnya pasca diresmikannya sekolah dasar yang salah satunya berada di Nehas Liah Bing, pejabat bersangkutan benar-benar dilengserkan dari jabatannya dan diganti justru oleh krooni petinggi yang ternyata sangat tidak pro poor dan tidak pro komunitas lokal.

Menurut beberapa cendekia lainnya disampaikan bahwa pada masa itu, terjadi sebuah “pertempuran politik” lokal yang sangat kental bernuansa kedaerahan, dimana terdapat kelompok masyarakat lokal lainnya yang secara SDM sudah sangat baik hingga menguasai berbagai instansi strategis yang memang sangat tidak menginginkan manusia-manusia komunitas lokal seperti Dayak WEHEA untuk menjadi orang atau manusia pintar, agar mereka gampang untuk menipu dan/atau membodohi para manusia dari komunitas lokal tersebut yang sebenarnya adalah benar-benar pemilik dan yang empuhnya wilayah ini.

Sejarah dan fakta diputarbalikan dengan begitu gambling seolah merekalah pemilik wilayah ini, yang dengan kekayaan SDM-nya telah mengobrak-abrik dan menghancurkan sebuah tatanan sistem yang ada di wilayah ini pada masa lalu hingga akhirnya, deklarasi Hutan Lindung WEHEA seolah menjadi gong pembuka dan awal perjalanan Komunitas Dayak WEHEA untuk bangkit dan berjuang merebut kembali apa yang mereka miliki, sekaligus berjuang untuk mengejar segala ketertinggalan yang mereka alami.

Keberadaan beberapa organisasi non pemerintah seperti The Nature Conservancy dan World Education sejak pertengahan tahun 2000-an telah membangkitkan sebuah spirit baru, terutama dalam upaya untuk membantu mengkampanyekan keberadaan dan eksistensi masyarakat hukum adat WEHEA serta juga berupaya tentunya dengan penuh tantangan dalam mengejar ketertinggalan bagi masyarakat komunitas terutama dalam aspek pendidikan.

Sebuah niat baik dan tulus tentunya akan mendapatkan dukungan dari beragam pihak, yang akhirnya juga turut didukung oleh berbagai stake holders lainnya di wilayah ini seperti pihak ketiga atau perusahaan untuk membantu mendorong serta meningkatkan kualitas SDM masyarakat WEHEA.

Tetapi sebuah pertanyaan lain juga patut dikemukan. Apakah dukungan lembaga-lembaga seperti LSM (ornop) serta pihak perusahaan akan berhasil? Tentu perlu ditunggu hasilnya, karena keberhasilan untuk membangun SDM WEHEA bukan hanya datang dari pihak luar tetapi juga harus menjadi sebuah komitmen bersama dari seluruh masyarakat adat WEHEA. Hal tersebut menjadi sangat penting, karena mengingat perjalanan komunitas ini begitu lama telah terombang-ambing dalam sebuah bahtera ketidakpastian akibat dikotomi atau pengkotakan yang telah mereka alami dimasa lalu.

Ledjie Taq, seorang tokoh masyarakat WEHEA yang juga merupakan Kepala Adat Desa Nehas Liah Bing menuturkan bahwa dahulu, mereka harus bisa berenang dulu baru bisa sekolah, jika tidak, mereka akan tetap terus menjadi manusia buta huruf. Mengapa? Karena sekolah hanya khusus dibangun untuk warga diseberang kampung Nehas Liah Bing, sedangkan disini memang sengaja tidak dibangun sekolah, jadi apakah itu bukan sebuah upaya pembodohan yang sistematis? Tanya Ledjie Taq.

Menyimak kalimat diatas, jika tidak ingin terlambat, adalah kini saatnya para manusia WEHEA untuk bahu membahu mengejar ketertinggalan terutama dari aspek SDM mereka, untuk dapat setara dengan masyarakat lainnya minimal di wilayah ini agar kelak dapat bersaing ditengah pusaran kemajuan global.

Sudah saatnya mulai didoktrin tentang pentingnya pendidikan dan itu harus dibangun dari dalam sel terkecil yaitu keluarga. Orang tua harus berani dan tegas kepada anak-anaknya agar berusaha bersama dalam upaya membangun dan meningkatkan pendidikan, setelah itu masyarakat serta lingkungan juga harus bisa memberikan pengaruh-pengaruh positif kepada anak-anak usia sekolah karena jika tidak, mereka juga akan terjerumus pada sebuah jurang yang sama, yaitu jurang kebodohan.

Pada sisi lainnya, peran para leader atau pemimpin desa, mulai dari lembaga adat, pemerintah desa, BPD, organisasi pemuda serta tokoh-tokoh masyarakat harus dapat seia sekata untuk mengatakan TIDAK pada kebodohan dan ketertinggalan SDM dan mereka harus menjadi aktor-aktor kunci untuk menjadi pelecut bagi anak-anak dan generasi muda agar bersama membangun dan mengejar ketertinggalan SDM.

Bagian terakhirnya adalah sekolah. Sebuah praktek “pembodohan” yang pernah diterapkan harus dibasmi hingga ke akar-akarnya, sehingga sekolah yang datang jam 8 dan pulang jam 11 tidak boleh terjadi lagi di BUMI WEHEA, karena itu adalah sebuah contoh dari upaya pembodohan yang secara sistematis sengaja dilakukan agar anak-anak WEHEA tetap bodoh dan tertinggal. Jika kedisiplinan anak-anak untuk bersekolah menjadi persoalan, insan sekolah sudah seharusnya menggandeng orang tua, lembaga adat, pemerintah desa, BPD dan tokoh-tokoh masyarakat untuk segera mengatasi dan mencari solusinya, sehingga pola belajar 8-11 yang terjadi dapat dihilangkan.

Pada aspek lainnya, Lembaga Adat harus berani secara tegas untuk membangun sebuah consensus bersama masyarakat agar dapat memberikan sanksi seberat-beratnya kepada para orang tua yang tidak serius mendukung upaya meningkatkan pendidikan masyarakat WEHEA, karena jika “luka” dibadannya sendiri tidak disembuhkan maka alangkah sulitnya untuk maju mengejar ketertinggalan itu.

Disaat ini, sebuah ketegasan dari orang tua dan masyarakatnya sangat diperlukan untuk segera menghentikan pembiaran-pembiaran agar tidak terjadi lagi anak-anak yang gagal bersekolah karena terjadi kecelakaan akibat pergaulan bebas dengan hamil diluar nikah, terjerumus ancaman narkoba dan lain-lain. Sekali lagi, bahwa perlu ada ketegasan yang harus dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat komunitas Dayak WEHEA agar SDM tidak hanya menjadi jargon semata tetapi benar-benar menjadi sebuah spirit bersama untuk menata kembali kehidupan masyarakat WEHEA dalam mengejar ketertinggalannya terutama terkait dengan pendidikan, sehingga mimpi dan harapan agar kelak sumberdaya manusia WEHEA maju tidak hanya menjadi slogan-slogan kosong tetapi benar-benar menjadi nyata.

Akhirnya kepada para manusia-manusia WEHEA yang mungkin telah sukses, baik sebagai Dosen di Samarinda, maupun para mahasiswa-mahasiswi yang saat ini tersebar di Sangatta, Samarinda, Surabaya, Jakarta dan Yogyakarta, kalian adalah awal dan pembuka jalan, kembalilah untuk membangun komunitas kalian dan janganlah tidur ketika kalian berlibur ke kampung halaman kalian dan mulailah untuk membangun hal-hal positif agar mimpi akan kesetaraan dapat kalian gapai. Semoga…..

Jumat, 23 Mei 2014

Lima Orang Pelajar dari Paroki St. Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing Ikuti Tes Masuk di SMP dan SMA St. Fransiskus Assisi Samarinda

Kabar Paroki

Sabtu (24/05/14)


Didampingi oleh Pater Lucius Tumanggor, SVD selaku Pastor Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Muara Wehea, Kutai Timur, Kaltim, lima orang pelajar dari wilayah paroki mengikuti tes masuk sekolah di SMP dan SMA St. Fransiskus Assisi Samarinda, Kalimantan Timur.

Ada lima anak yang kami utus dari Paroki St. Maria Ratu Damai, Nehas Liah Bing untuk melanjutkan pendidikan di sekolah St. Fransiskus Assisi, Samarinda dan masuk asrama untuk tahun ini dan dari kelima anak tersebut adalah empat orang untuk SMAK (Alvin, Dinda, Gita dan Lala) serta seorang lagi adalah Quintus yang akan masuk SMPK, namun sebelumnya, Lidwina sudah lebih dahulu mengikuti pendidikan di tempat ini, sampai sekarang masih giat mengenyam pendidikan yang diasuh oleh para Suster FSE ini, tutur Pater Lucius Tumanggor, SVD.

Ditambahkan Pater Lucius, SVD, bahwa masih terdapat beberapa orang siswa yang berasal dari Paroki Santa Maria yang juga bersekolah di SMAK St. Fransiskus Assisi, diantaranya Ying dari Stasi Dea Beq dan Merry Radja dari Nehas Liah Bing serta satu harapan kami semoga mereka betah dan mau belajar dengan sungguh sungguh dan semoga anak anak dayak Wehea semakin minat untuk bersekolah dan haus untuk belajar dalam meretas jalan menuju sukses.

Salam beberapa tahun ini, Gereja Katolik terus berupaya melakukan kampanye pendidikan terutama dalam wilayah paroki yang tersebar di empat kecamatan, diantaranya di Kecamatan Muara Wehea, Kung Beang, Telen dan Batu Ampar.

Hal tersebut dilakukan mengingat rendahnya tingkat pendidikan di wilayah tersebut dan berharap dimasa depan aka nada yayasan yang benar-benar serius ingin membangun dan mengembangkan sekolah berkualitas di wilayah ini sehingga warga dari keempat wilayah tersebut tidak perlu jauh-jauh ke Sangatta atau Samarinda untuk mengenyam pendidikan berkualitas, ungkap Pater Lucius Tumanggor, SVD.

Pasca tes yang dilalui oleh kelima orang siswa di Samarinda, Pater Lucius Tumanggor, SVD, juga menyerukan kepada seluruh masyarakat dan insan pendidikan di wilayah Kecamatan Muara Wehea dan Kung Beang khususnya untuk bahu-membahu mendorong kemajuan pendidikan di wilayah tersebut karena begitu dalamnya jurang kualitas pendidikan di wilayah ini jika dibandingkan dengan yang ada diperkotaan. Ini adalah tantangan bagi kita semua dan kami dari Gereja Katolik juga akan terus berupaya agar dapat tersedia sekolah berkualitas di wilayah ini, tambah Pater Lucius.


Semoga mimpi dan harapan disertai doa dan upaya secara terus menerus akan memberikan panenan melimpah dimasa mendatang (adm).

Perkembangan Pembangunan di Paroki Santa Maria Ratu Damai

Kabar Paroki

Sabtu (24/05/14)


Terkait dengan rencana pembangunan di Pusat Paroki Santa Maria Ratu Damai sesuai dengan amanat Pleno DPP Tahun 2014 telah mulai dilaksanakan, demikian seperti yang terlihat di pusat paroki hingga jelang akhir periode Mei 2014.

Pada tahap pertama telah dilakukan pemasangan fondasi untuk menara Patung Bunda Maria Ratu Damai yang merupakan persembahan seorang donatur dari Jakarta dan untuk pembangunannya dikoordinir oleh beberapa relawan di Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing.

Sesuai dengan rencana, diharapkan bahwa pada periode Juli 2014, telah dilakukan pemasangan Patung Bunda Maria pada puncak menara, yang kemudian akan dilanjutkan dengan pembangunan taman dan kolam pada menara yang tepat berada di halaman depan gereja paroki.

Menurut Chris Djoka yang ditunjuk untuk menjadi coordinator menara Bunda Maria serta pembangunan taman gereja di pusat paroki, bahwa pada saat ini sedang dilakukan penanaman dan penataan pohon serta tata letak untuk taman yang diperkirakan akan selesai sebelum Perayaan Natal 2014. Kita harapkan menara Bunda Maria beserta taman gereja akan menjadi kado indah bagi seluruh umat dalam Natal mendatang, tutur Chris.

Pada kesempatan yang berbeda, Pater Lucius Tumanggor, SVD, selaku pastor paroki mengungkapkan bahwa pasca pembangunan menara Bunda Maria di halaman depan gereja akan dilanjutkan dengan pembangunan teras pastoran dan kantor paroki yang dilengkapi dengan beberapa ruang tambahan diantaranya kamar koster, secretariat KOMKA serta lobby/ruang tamu dan sebuah kamar tambahan bagi tamu yang menginap.

Kita berharap agar dari ketiga rencana besar tersebut ada progress yang terus dicapai sebelum Perayaan Natal 2014, karena ini adalah tindak lanjut dari program yang telah ada sejak tahun 2013 dan belum dapat kita laksanakan karena ketiadaan dana, ujar Pater Lucius Tumanggor, SVD.

Terkait dengan pembangunan menara Bunda Maria Ratu Damai diperkirakan akan selesai sebelum akhir Mei 2014, sehingga tahapan lanjut berupa pembangunan kolam, jalan setapak, kursi taman dan lain-lain dapat segera dilaksanakan.

Untuk menyukseskan beragam rencana tersebut, bersama beberapa relawan dan para karyawan Katolik yang tersebar di beberapa perusahaan telah mengupayakan untuk dilakukan penggalangan dana untuk merealisasikan rencana-rencana tersebut diatas.


Maxi Adifan, salah seorang relawan bersama Joko Pramono mengungkapkan bahwa kedepan diperlukan peran umat termasuk para karyawan Katolik yang tersebar di berbagai perusahaan dalam wilayah paroki, baik yang berada di Kecamatan Muara Wehea, Kung Beang, Batu Ampar serta Kecamatan Telen dan sebagai langkah lanjutan telah “mendeklarasikan” (secara lisan) upaya pembentukan Persatuan Karyawan Katolik Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing yang juga telah disetujui oleh Pastor Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing. Semoga…….

Kamis, 15 Mei 2014

Para Karyawan Katolik Siap Galang Dana untuk Pembangunan di Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing

Para Karyawan Katolik Galang Dana Untuk Pembangunan Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Wehea, Kutai Timur

Kabar Paroki
Kamis (15/05/14)


Bertempat di Pastoran Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Wehea, Kutai Timur, Kaltim, dilakukan diskusi yang melibatkan beberapa orang umat yang bekerja di beberapa perusahaan yang tersebar di wilayah Kecamatan Muara Wehea dan Kung Beang dalam rangka melakukan penggalangan dana untuk pengembangan paroki.

Maxi dan Joko Pramono dari PT. DSN yang turut hadir dalam diskusi tersebut turut mendukung rencana tersebut dan mengharapkan keterlibatan dari karyawan Katolik yang tersebar pada beberapa perusahaan dalam wilayah paroki.

Sesuai dengan rencana, upaya penggalangan dana untuk pengembangan paroki tersebut akan dimulai pada periode Mei 2014. Dengan keterbatasan dana untuk pengembangan dan pembangunan di Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, menurut Siang Geah, Sekretaris Dewan Pastoral Paroki (DPP) Santa Maria Ratu Damai, maka DPP bersama Pastor Paroki mengharapkan peran dan keterlibatan semua umat termasuk para Karyawan Katolik yang tersebar di beberapa perusahaan, baik di wilayah Kecamatan Muara Wehea maupun Kung Beang serta di Kecamatan Telen dan Batu Ampar.

Pada tahun 2014, sesuai dengan amanat dalam Pleno DPP Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing telah diputuskan untuk meneruskan rencana yang tertunda pada tahun 2013, yaitu pembangunan Kantor Paroki dan Sekretariat KOMKA serta ruang Koster dan Teras Pastoran serta Menara Patung Bunda Maria di depan gereja. Selain itu, untuk pembangunan wisma paroki di belakang pastoran tetap akan diupayakan untuk dapat dilaksanakan pada tahun 2014. Minimal ada progress dari seluruh rencana yang telah disusun dan semoga hal tersebut juga didukung oleh seluruh umat, tandas Pater Lucius Tumanggor, SVD (adm).

Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing Terima 2 Mahasiswi KKN dari STKPK Samarinda

Dua Mahasiswa STKPK Lakukan Kuliah Kerja Nyata di Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Kecamatan Muara Wehea, Kutai Timur, Kaltim

Kabar Paroki
Kamis (15/05/14)


Sekitar pukul 22.30 wita, dua orang mahasiswi dari Sekolah Tinggi Kateketik Pastoral Katolik (STKPK) Samarinda tiba di Pastoran Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Wehea, Kutai Timur dengan menggunakan taksi dari Samarinda dan disambut oleh Pater Lucius Tumanggor, SVD, selaku Pastor Paroki SMRD Nehas Liah Bing yang kebetulan sedang melakukan pertemuan dengan beberapa orang umat terkait rencana pembangunan rumah singgah atau wisma paroki di Kompleks Gereja Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing.

Setelah perkenalan sesaat, kedua mahasiswi tersebut langsung diantar ke Pastoran Paroki Lama di RT. 03, Kampung Nehas Liah Bing, karena saat ini, karena keterbatasan kamar di pastoran baru, seluruh tamu paroki biasanya diarahkan untuk menginap di pastoran lama.

Kedua mahasiswi tersebut adalah Wanda dan Ninda yang akan melaksanakan KKN selama tiga bulan hingga Agustus 2014 mendatang. Menurut Pater Lucius Tumanggor, SVD, selaku pastor paroki, kedua mahasiswi tersebut seperti pada tahun sebelumnya direncanakan untuk di tempatkan pada beberapa stasi terdekat, khususnya di stasi-stasi komunitas lokal Wehea, agar para mahasiswi tersebut dapat belajar untuk mengaktualisasikan diri sekaligus mengambil peran dan terlibat langsung dalam kegiatan pastoral di wilayah paroki.

Semoga Wanda dan Ninda dapat melaksanakan kegiatan KKN-nya dengan lancar sesuai rencana dan dapat berbagi bersama umat pada stasi-stasi dimana mereka ditempatkan nanti (adm).



Menara Patung Santa Maria Ratu Damai Resmi Dibangun

Pembangunan Menara Patung Bunda Maria Dimulai

Kabar Paroki
Kamis (15/05/14)


Setelah tertunda selama enam bulan, akhirnya pembangunan Menara Patung Bunda Maria di Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Wehea, Kutai Timur, Kaltim, dimulai.

Menurut Pater Lucius Tumanggor, SVD, Pastor Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, bahwa pembangunan menara tersebut sebenarnya telah direncanakan sejak tahun 2013, tetapi karena adanya beberapa halangan akhirnya baru dapat dimulai kembali pada periode Mei 2014 dengan menyelesaikan penggalian fondasi untuk menara serta kolam yang mengelilingi menara tersebut.

Patung Bunda Maria dari bahan pualam tersebut merupakan persembahan dari seorang donatur paroki dan tiba pada September 2013 lalu yang rencananya akan ditempatkan di puncak menara setinggi kurang lebih 2,5 meter. Penempatan patung Bunda Maria tersebut dilakukan tepat di tengah halaman Gereja Santa Maria Ratu Damai yang sekaligus menjadi pelindung paroki.

Pekerjaan menara tersebut dilakukan dengan melibatkan umat secara bergotong royong dan dipimpin oleh Chris Djoka dan ditargetkan akan selesai pada periode Agustus 2014. Kita lakukan secara bertahap dan harus diperhitungkan dengan benar, karena patung berbahan batu pualam tersebut cukup berat sehingga perencanaan fondasi dan tiang menara harus benar-benar kokoh, tutur Chris Djoka.

Pasca pekerjaan persiapan selesai dilakukan, pada Rabu (14/05/14) akhirnya dilakukan pengecoran fondasi tiang menara berukuran 120 x 120 x 80 cm. Beberapa orang umat terlibat langsung dalam pengerjaan fondasi tersebut diantaranya Bapak Simon yang juga Koster di Gereja Santa Maria Ratu Damai, Wan dan Bato dari Nehas Liah Bing, Heluy, Mal Ba, Us serta Joko Pramono dari PT. DSN Group dan Tatang, seorang aktivis lingkungan dari RHOI dan pengecoran tersebut baru selesai sekitar pukul 20.00 wita.

Sesuai dengan rencana, seminggu setelah pengecoran fondasi akan disusul dengan pengecoran tiang menara berdiameter 55 cm dan kita tetap akan lakukan secara bertahap sesuai dengan target bahwa penempatan Patung Bunda Maria pada puncak menara akan dilakukan sekitar bulan Agustus mendatang dan jika sudah terpasang akan dilanjutkan dengan penyelesaian pekerjaan taman gereja, tutur Pater Lucius Tumanggor, SVD.

Tidak lupa, Pater Lucius Tumanggor, SVD, juga menyampaikan terima kasih kepada para pihak yang telah membantu terutama dari aspek pendanaan dari sebuah perusahaan untuk proses pekerjaan menara Patung Bunda Maria tersebut dan berharap bahwa pekerjaan tersebut akan selesai sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

Selain pembuatan Patung Menara Budan Maria yang kelak akan menjadi icon Gereja Santa Maria Ratu Damai, sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Pleno DPP Santa Maria Ratu Damai, pasca pembangunan menara tersebut akan dilanjutkan dengan pembangunan Kantor Paroki dan Sekretariat Komka Paroki yang ditargetkan akan diselesaikan sebelum akhir tahun 2014 serta teras pastoran.


Untuk semua rencana tersebut, Pater Lucius Tumanggor, SVD, kembali mengharapkan dukungan dan doa dari seluruh umat paroki agar semua rencana yang telah disusun tersebut dapat terlaksana demi meningkatkan pelayanan kepada umat dalam Paroki Santa Maria Ratu Damai (adm).

Rabu, 07 Mei 2014

SLANK Siap Kunjungi WEHEA

Dalam sebuah diskusi di Pastoran Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Kecamatan Muara Wehea, Kutai Timur, Kaltim bersama ProFauna, terbersit sebuah ide menarik untuk mengundang SLANK, sebuah group legendaris Indonesia yang sangat konsern dengan kampanye lingkungan di Indonesia agar datang ke Wehea sekaligus membantu mempromosikan kearifan tradisional masyarakat adat Suku Dayak Wehea dalam upaya pelestarian hutan.
Bang Rosek (ProFauna) saat disambut secara adat Dayak Wehea
ProFauna saat diskusi di Pastoran Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Wehea, Kutai Timur
Bang Rosek, koordinator team ProFauna pada kesempatan itu mengungkapkan bahwa SLANK sangat konsern dengan upaya pelestarian dan sangat terbuka peluang untuk kedatangan SLANK di Wehea seperti kunjungan SLANK ke Halmahera beberapa waktu lalu.
Ride for Borneo 2014
Sebelumnya, para aktivis ProFauna bertemu dengan Bapak Ledjie Taq, Kepala Adat Dayak Wehea Desa Nehas Liah Bing sekaligus melihat langsung sebuah atraksi budaya dalam pernikahan adat Dayak Wehea sekembalinya mereka dari kunjungan ke Hutan Lindung Wehea.

Ritual Adat Dayak Wehea sambut aktivis ProFauna di Nehas Liah Bing
Selain kunjungan ke Hutan Lindung Wehea, para aktivis ProFauna juga melakukan kunjungan ke SMA Negeri-1 Muara Wahau serta ke kawasan konservasi kebun yang dikelola oleh PT. DSN Group yang berkolaborasi dengan masyarakat adat Dayak Wehea.

Ritual Penyambutan ProFauna oleh Masyarakat Dayak Wehea
Team ProFauna yang didampingi oleh Pak Rustam seorang pengajar muda di Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman juga mendapatkan sambutan dalam tradisi Suku Dayak Wehea yang dilaksanakan di Kompleks Gereja Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing sekaligus mendapatkan pemberkatan dari Pastor Paroki, Pater Lucius Tumanggor, SVD sebelum melanjutkan perjalanan ke Hutan Lindung Wehea Tlan-Long Suh.
Doa dan Pemberkatan oleh Pater Lucius Tumanggor, SVD
Sebelumnya, dalam diskusi menjelang keberangkatan ke Hutan Lindung Wehea Tlan-Long Suh, Bang Rosek mengungkapkan bahwa telah ada kontak dengan IVAN salah satu personel SLANK bahwa SLANK siap untuk mengunjungi Wehea dan mereka menunggu kabar selanjutnya dari masyarakat Dayak Wehea. So, kita nantikan kabar selanjutnya, semoga SLANK dapat mengunjungi Wehea kelak.

Senin, 05 Mei 2014

Pro Fauna disambut secara adat Dayak Wehea

Ride for Borneo Disambut Secara Adat Dayak Wehea dan Pemberkatan Oleh Pastor Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing

Kabar Paroki
Selasa (06/05/14)

Bertempat di Kompleks Gereja Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Wehea, Kutai Timur, Kaltim, dilakukan penyambutan secara adat Dayak Wehea kepada tujuh orang aktivis Pro Fauna yang sedang melakukan kampanye Ride for Borneo di Kalimantan Timur pada Selasa (06/04/14).
Ride for Borneo 2014
Selain ritual penyambutan, juga dilakukan kepada para aktivis tersebut untuk melanjutkan perjalanan menuju Kawasan Hutan yang dikelola oleh PT. RHOI yang berkolaborasi dengan masyarakat Dayak Wehea, juga dilakukan pemberkatan oleh Pastor Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Pater Lucius Tumanggor, SVD.

Diskusi di Pastoran Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing_Wehea, Kaltim
Sebelumnya, menurut Siang Geah yang pertama bertemu, kedatangan para aktivis Pro Fauna dalam program Ride for Borneo kali ini direncanakan tidak akan lama atau hanya akan berada di Wehea selama kurang lebih dua hari yang kemudian melanjutkan perjalanan ke wilayah Kabupaten Berau setelah kembali dari Hutan Lindung Wehea.
Ledjie Taq didampingi Pater Lucius Tumanggor, SVD, saat diskusi dengan Aktivis Pro Fauna (Ride for Borneo 2014)
Ritual Adat Wehea, menyambut aktivis Pro Fauna (Ride for Borneo-2014)
Sementara itu, Tatang, Koordinator Program RHOI di Wehea meneruskan apa yang diungkapkan oleh para aktivis Pro Fauna, bahwa mereka sangat terharu karena selama perjalanan mereka baru di Komunitas Dayak Wehea mereka disambut secara adat oleh masyarakat Suku Dayak Wehea yang diwakili oleh Bapak Ledjie Taq, Kepala Adat Dayak Wehea Desa Nehas Liah Bing serta Bapak Yunta, Kepala Desa Diaq Lay, Kecamatan Muara Wehea, Kutai Timur dan juga secara agama.
Ritual Adat Wehea, menyambut aktivis Pro Fauna (Ride for Borneo-2014)
Pater Lucius Tumanggor, SVD, dalam sebuah diskusi di Pastoran Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing menyampaikan dukungannya pada kegiatan Ride for Borneo sembari berharap dimasa depan Pro Fauna juga dapat melakukan kegitannya di wilayah Wehea tentunya dengan berkolaborasi bersama masyarakat adat Dayak Wehea dan beberapa elemen lain yang telah bekerja untuk upaya pemberdayaan masyarakat serta pelestarian lingkungan hidup.

Mbak Made (Pro Fauna) saat dikenakan Gelang Merah
oleh istri Kepala Adat Wehea Nehas Liah Bing
Gereja Katolik dalam hal ini seperti di Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing dengan tangan terbuka menerima dan menyambut kedatangan para aktivis dari Pro Fauna dalam kampanye Ride for Borneo tersebut dan apa yang mereka lakukan saya melihat sangat sejalan dengan misi Gereja Katolik untuk terus menyuarakan keadilan dan perdamaian serta turut terlibat secara langsung dalam upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup, salah satunya seperti yang ada dalam masyarakat adat Dayak Wehea, tambah Pater Lucius Tumanggor, SVD.
Bang Rosek dikenakan Gelang Merah Khas Suku Dayak Wehea oleh Ibu Lenyiei
Pada kesempatan yang sama, Ledjie Taq, Kepala Adat Dayak Wehea Desa Nehas Liah Bing yang pernah mendapatkan penghargaan Satya Lencana serta mewakili masyarakat Dayak Wehea untuk menerima penghargaan Kalpataru atas pengelolaan Hutan Lindung Wehea menjelaskan kepada para aktivis Pro Fauna sebelum melaksanakan ritual pelepasan bahwa sebenarnya yang dilakukan nanti boleh dikatakan sebagai sebuah ritual penyambutan, karena saat awal datang, kawan-kawan belum disambut secara adat.

Pemasangan gelang manik kepada aktivis Pro Fauna sebelum berangkat sekaligus mengangkat sebagai Sahabat WEHEA
Pada malam sebelumnya, bersama Pastor Paroki Santa Maria Ratu Damai, Ledjie Taq bersama beberapa tokoh masyarakat Desa Nehas Liah Bing melaksanakan pertemuan kecil untuk pelaksanaan ritual pada keesokan hari dan disepakati sesuai dengan informasi yang diterima bahwa ritual adat akan dilaksanakan pada pukul 07.30 Wita dan kemudian ditunjuk Bapak Musa Ba dan Bapak Bit Tot untuk mempersiapkan Telkeak sebagai salah satu bagian penting dalam ritual tersebut yang sekaligus juga akan dilakukan pemasangan gelang merah bagi seluruh crew Ride for Borneo.
Doa dan Pemberkatan oleh Pater Lucius Tumanggor, SVD kepada seluruh aktivis Pro Fauna
Tepat pukul 08.00, ditengah pancaran mentari pagi, seluruh aktivis Pro Fauna berdiri berjajar diatas sebuah tikar rotan yang khusus disiapkan menghadapi sebuah Telkeak dari bamboo yang dihiasi untaian pengsut, yaitu semacam rautan dari kayu.
Doa dan Pemberkatan kepada aktivis Pro Fauna dari Pater Lucius Tumanggor, SVD, Pastor Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Kecamatan Muara Wehea, Kutai Timur, Kaltim
Dipimpin oleh Ledjie Taq, ritual pun dimulai dengan membacakan mantra untuk memohon kepada para dewa pelindung kampung serta para leluhur masyarakat adat Dayak Wehea dari Nehas Liah Bing, Dea Beq, Diaq Lay, Bea Nehas, Long Wehea dan Diaq Leway, agar menyertai perjalanan dari para aktivis lingkungan tersebut ke tempat tujuan dan selanjutnya ditempatkan sebuah telur ayam kampung pada Telkeak serta dilakukan pemotongan seekor anak ayam dan kemudian darahnya dicerakan pada dahi seluruh angora rombongan.

Aktivis Pro Fauna bersama Lembaga Adat Dayak Wehea, Kepala Desa Diaq Lay serta tokoh masyarakat dan Ranger's Hutan Lindung Wehea serta RHOI
Setelah selesainya ritual awal, kemudian didampingi oleh Ibu Musa Ba, Ibu Lenyiei (istri dari Ledjie Taq) kemudian melakukan pemasangan gelang merah kepada seluruh peserta sebelum melanjutkan perjalanan. Ledjie Taq, dalam penjelasannya mengungkkan bahwa pemasangan gelang tersebut dalam tradisi Suku Dayak Wehea selalu diberikan kepada orang-orang Wehea yang akan pergi ke dalam hutan, atau pada saat akan membuka ladang baru dan secara khusus pada ritual yang dilaksanakan tersebut, dengan pemasangan gelang merah, seluruh aktivis Pro Fauna telah disambut secara adat dalam tradisi Wehea sekaligus menjadi sahabat bagi masyarakat adat Wehea, demikian ungkap Ledjie Taq.
Ride for Borneo 2014 menuju Hutan Lindung Wehea Tlan-Long Suh

Pasca ritual adat dan pemberkatan secara agama Katolik, akhirnya seluruh aktivis Pro Fauna berangkat menuju Hutan Lindung Wehea Tlan-Long Suh, yaitu sebuah kawasan pelepasliaran Orang Utan yang dikelola oleh PT. RHOI dengan menggunakan 3 buah trail dan 1 unit kendaraan 4WD milik RHOI.

Pro Fauna Kunjungi Wehea

Pro Fauna Kunjungi Wehea

Kabar Wehea
Senin (04/05/14)

Tanpa diduga, tujuh orang aktivis Pro Fauna menyambangi Wehea dalam program berlabel Ride for Borneo dengan didampingi oleh Bang Rustam, yang juga merupakan salah satu pengajar di Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimamtan Timur.

Bang Rosek bersama Musa Ba salah satu masyarakat adat Dayak Wehea
Dibawah koordinator Bang Rosek dengan menggunakan tiga buah trail serta didampingi oleh team teknisi yang menggunakan kendaraan 4WD para aktivis Pro Fauna melakukan perjalanan darat dengan titik awal di Kota Samarinda, Kalimamanta Timur.

ProFauna Ride for Borneo 2014
Rombongan Ride for Borneo dari Pro Fauna tiba di Bumi Wehea pada Jumat (02/05/14) dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Hutan Lindung Wehea pada Sabtu (03/05/14), sebuah kawasan konservasi kebanggaan masyarakat adat Dayak Wehea di Nehas Liah Bing dan bertemu dengan para Ranger Wehea yang disebut “Petkuq Mehuey”.

Sekembalinya dari Hutan Lindung Wehea, pada Minggu (04/05/14) para aktivis Pro Fauna kemudian mengunjungi Nehas Liah Bing dan bertemu dengan Kepala Adat Dayak Wehea Nehas Liah Bing, Bapak Ledjie Taq, orang Dayak Wehea yang pernah mendapatkan penghargaan Satya Lencana dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) serta pada tahun 2008 mewakili masyarakat adat Dayak Wehea menerima penghargaan Kalpataru atas keberhasilan pengelolaan Hutan Lindung Wehea yang dilakukan oleh masyarakat adat Dayak Wehea.
Ritual Adat Dayak Wehea - Penyambutan bagi ProFauna
Rosek, Koordinator Ride for Bernoe, dalam diskusi pada Minggu malam mengungkapkan bahwa sebelumnya konsentrasi Pro Fauna lebih kepada satwa dan pada saat ini kita sedikit bergeser dan ingin terlibat langsung dalam upaya penyelamatan hutan dan kita telah mendengar tentang Wehea dan ingin melihat secara langsung apa yang ada di Wehea.
Ritual Adat bagi ProFauna di Kompleks Gereja Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Wehea, Kutai Timur, Kalimantan Timur
Sesuai dengan rencana, bahwa pada Senin (05/05/14), team Ride for Borneo akan melakukan kunjungan ke beberapa sekolah dan termasuk mengunjungi kawasan Konservasi Kebun yang dikelola oleh PT. Dharma Satya Nusantara (DSN) Group, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang dalam beberapa tahun terakhir sangat konsern dengan upaya pelestarian lingkungan termasuk mendukung upaya pelestarian dan pengelolaan Hutan Lindung Wehea.

Pemasangan gelang merah, sebuah lambang persahabatan dari Masyarakat Dayak Wehea kepada ProFauna
Selanjutnya, pada Selasa (06/05/14), team Ride for Borneo akan melanjutkan perjalanan ke Hutan Lindung yang dikelola oleh Yayasan RHOI yang bekerjasama dengan masyarakat adat Wehea di bantaran Sungai Telen, antara lain Desa Bea Nehas, Diaq Lay dan Dea Beq untuk melihat kegiatan yang dilaksanakan oleh RHOI.

Doa dan Pemberkatan dari Pater Lucius Tumanggor, SVD di Gereja Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing
Menjelang keberangkatan tersebut, pada malam sebelumnya, bersama Pastor Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, beberapa tokoh Dayak Wehea dan Lembaga Adat Dayak Wehea Nehas Liah Bing didampingi oleh Siang Geah, anggota DPRS terpilih dari Dapil-4, PDIP, melaksanakan pertemuan di Pastoran Paroki dan merencanakan untuk melepas team Ride for Borneo dalam tradisi Suku Dayak Wehea serta akan dilakukan pemberkatan oleh Pastor Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Pater Lucius Tumanggor, SVD yang akan didampingi oleh Pater Gabriel Maja, pastor yang pernah bertugas di Paroki Santa Maria Ratu Damai dan saat ini bertugas di Sumatra Utara.

ProFauan bersama masyarakat adat Dayak Wehea dan Pastor Paroki Nehas Liah Bing
Semoga misi mulia dari Pro Fauna melalui program Ride for Borneo dapat berhasil dan sukses……

Sabtu, 03 Mei 2014

Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Wehea, Kalimantan Timur

Kabar Paroki

Sabtu (03/05/14)



Sesuai dengan keputusan bersama DPP Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, bahwa perlu ada sebuah gerakan bersama serta percepatan termasuk dalam proses pembangunan pada beberapa gereja stasi yang dalam beberapa tahun ini mengalami persoalan pendanaan, diantaranya di Stasi St. Fransiskus Assisi (Desa Suka Maju - SP 5) dan Stasi Reinha Rosari (Desa Makmur Jaya - SP 3 Kong Beng) serta Desa Kong Beng Indah (SP-5 Kong Beng), yaitu Stasi Petrus Paulus dan Stasi Santo Martinus di Desa Karya Bhakti (SP-1 Pantun).

Keempat stasi tersebut merupakan basis utama Umat Katolik di Kecamatan Kong Beng dan Muara Wehea sehingga perlu mendapat perhatian bersama dari seluruh umat dalam wilayah Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Wehea, Kutai Timur, Kaltim.

Mayoritas umat dari keempat stasi diatas bermatapencaharian sebagai petani dan mereka secara sadar dan bertanggung jawab terus berupaya untuk merealisasikan harapan dan mimpi mereka untuk berdirinya gereja di wilayah stasi mereka.

Melalui media ini, kami mengajak seluruh umat Katolik baik yang berada dalam wilayah paroki maupun diluar paroki serta para donatur yang ingin berpartisipasi dalam merealisasikan hal tersebut diatas agar dapat menghubungi pastor paroki atau melalui media ini.





 


SMPN-1 Kong Beng Rayakan Paskah Bersama di Paroki Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Wehea, Kutai Timur, Kaltim



Siswa/i SMP Negeri-1 Kong Beng Rayakan Paskah Bersama

Kabar Paroki 

Sabtu (03/05/14)


Sekitar seratusan siswa SMP Negeri-1 Kong Beng merayakan Paskah bersama bertempat di Gereja Santa Maria Ratu Damai Nehas Liah Bing, Wehea, Kutai Timur pada Sabtu (03/05/14).

Sejak pukul 16.00 Wita, para siswa/i telah berdatangan ke pusat paroki Santa Maria Ratu Damai dan berkumpul bersama untuk merayakan Paskah bersama. Tepat pukul 19.00 Wita, perayaan Paskah para siswa tersebut dilaksanakan dan diawali dengan perayaan Misa yang dipimpin oleh Pater Adi Manek, SVD.

Menurut Suster Caroline, SSpS, yang mendadi pendamping para siswa dan sekaligus menjadi Pengajar Agama Katolik di SMP Negeri-1 Kong Beng, perayaan Paskah bersama para siswa/i tersebut merupakan agenda tahunan yang selalu dilaksanakan setiap tahun dan selalu dipusatkan di Pusat paroki Santa Maria Ratu Damai. Hal tersebut juga sejalan dengan Visi SMPN-1 Kong Beng yang selain mengedepankan aspek pendidikan yang berkualitas, juga membangun karakter siswa agar memiliki akhlak mulia sehingga dimasa depan mereka dapat menjadi generasi yang berguna bagi bangsa dan tanah air.

Setelah selesai Ekaristi Kudus yang juga dimeriahkan oleh anggota koor SMPN-1 Kong Beng, didampingi Suster Caroline, SSpS dan Suster Inez, SSpS, dilaksanakan acara ramah tamah yang juga dihadiri oleh Pastor Paroki, Pater Lucius Tumanggor, SVD, dan Pastor Rekan, Pater Adi Manek, SVD.

Para siswa yang terlibat dalam perayaan Paskah bersama tersebut menyatakan kegembiraan dan sukacitanya karena dengan perayaan bersama tersebut mereka makin memahami makna Kebangkitan Kristus Sang Penebus Dunia.

Semoga dengan perayaan Paskah bersama tersebut akan semakin mempererat tali persaudaraan khususnya bagi para siswa/i SMP Negeri-1 Kong Beng sekaligus turut serta mengambil peran dalam berbagai kegiatan gereja dimasa depan (CWD).